Tentang Buket Bunga dan Obrolan Yang Tidak Akan Terulang


Image taken from : tumblr.com/mochacafe
Suatu malam, di pinggir jalan yang ramai, ada yang bilang ke saya gini :
“Kalau nanti kamu wisuda, aku boleh datang nggak?”
“Lho, ya boleh dong ..”
“Eh, nggak, kalau kamu sidang kelulusan deh, boleh datang nggak?”
“Iya boleeeeeh.. Wajib datang ya!”

Kemudian saya dengan agak becanda bilang : “Kalau anak-anak itu wisudaan pada dikasih bunga gitu lho. Hahahaha ..”
“Iya, nanti aku bawain deh bunga yang banyak.”
“Tapi aku nggak mau mawar, maunya krisan putih lho ya ..”

Dan sekarang saya sudah sidang kelulusan, dia nggak hadir. Entah apa mungkin nanti wisuda bakal ada buket bunga krisan buat saya. Sepertinya nggak ada.

Tapi mungkin ini tanda bahwa saya mesti back to reality, bahwa saya punya kehidupan, dia punya kehidupan. Sebentar lagi saya jalan menuju step baru dalam kehidupan, mungkin bertemu orang-orang baru atau orang-orang lama yang baru saya masukkan dalam lingkaran kehidupan saya.

Cuma saya nggak mau punya musuh atau merasa bersalah terus, gitu aja. Saya pengen kami tetap bisa saling melempar senyum, mengobrolkan hal-hal absurd, menggilai OASIS dan Led Zeppelin bersama-sama, atau bahkan nanti bisa saling hadir di hari penting yang seremonial itu, entah berapa tahun lagi, entah kami masing-masing menggandeng siapa.

Tiba-tiba rasanya kedatangan dia lebih penting daripada cuma sebuket bunga krisan. Mau bunga apapun, kalau hadir dengan dia, bakal jadi lebih berharga.
Buket bunga apapun .. saya bisa beli sendiri. Kehadirannya nggak bisa saya beli.


Galau, Mbak? Iya, banget. Mumpung masih bisa.

Komentar

Postingan Populer