Indonesian Netizen Nowadays: Mempertanggungjawabkan Tombol 'Share' (Belajar dari Foto Selfie di Lokasi Bom Sarinah)



Tragedi ledakan bom Sarinah, Thamrin Jakarta kemarin tak hanya mengguncang Jakarta. Bahkan seluruh Indonesia. Tragedi ini menjadi isu nasional (bahkan internasional) yang menggores luka di awal tahun 2016 ini. Saat ledakan terjadi, saya memang tidak berada di Jakarta. Kabar ledakan bom tersebut justru saya dapat pertama kali dari social media, bukan dari reporter-reporter tempat saya bekerja (FYI, saya bekerja di salah satu jaringan media online).

Saya lupa dari akun mana melihat kabar itu pertama kali. Yang jelas linimasa Twitter saya begitu deras mengalir tweet dengan keyword 'bom Sarinah'. Saat saya pantengin arus dengan keyword tersebut melalui Tweetdeck, berbagai foto, video ataupun sekedar tweetpost begitu cepat memunculkan tweet-tweet maupun retweet baru.

Sekitar 30 menit hingga 1 jam setelah kejadian ledakan bom dan tembak-menembak antara pelaku bom bunuh diri dan polisi yang mencekam, di saat bersamaan grup di Whatsapp saya ramai dengan berbagai informasi ... dan spekulasi. Seingat saya, ini informasi-informasi yang saya dapatkan bersamaan dengan kejadian di Jakarta:

  1. Beberapa titik bom telah dipasang di resto-resto yang berasal dari Amerika
  2. Selain Thamrin, ada titik-titik lokasi lain seperti Palmerah dan Cikini yang menjadi sasaran bom berikutnya
  3. Pelaku sedang buron dan berpindah ke lokasi pengeboman yang lainnya (?)
Kemudian, informasi lain masuk lagi. Kali ini aroma spekulasi mulai menguar:
  1. Pengalihan isu dari kasus yang lebih besar yang sedang terjadi di hari itu. Cluenya aja ya, saya agak malas membahasnya, yaitu F dan sidangnya ABB.
  2. Sebenarnya pemerintah Indonesia sudah mengetahui rencana ini. Disinyalir pemerintah AS sudah mengirimkan warning ke perwakilan negaranya di Indonesia tentang ancaman bom ini di pagi hari sebelum kejadian terjadi.
  3. Jangan menyebarkan hashtag yang bernada #PrayFor dan semacamnya karena jika hashtag tersebut jadi trending topic, maka akan jadi sorotan dunia dan nilai tukar rupiah akan melemah kemudian dampaknya akan mengerikan bagi perekonomian bangsa kita.
Well said, spekulasi-spekulasi yang menghantui itu 'umurnya' tak lama di social media netizen Indonesia. Karena tak lama kemudian, berita-berita ini yang muncul di social media:
  1. Foto tukang sate, Pak Jamal, yang tak gentar terus mengipas-ngipas dagangannya sekalipun di sekitarnya terjadi huru-hara. You rock, Pak, jam-jam brunch tuh!
  2. Ibu-ibu berhijab yang asyik selfie di lokasi kejadian dengan latar belakang sosok sang terduga bom bunuh diri.
  3. Foto-foto polisi yang sembunyi di balik mobil polisi
  4. Mas-mas yang disinyalir adalah pak polisi ganteng yang bertugas di lokasi kejadian
  5. Eh, siape tuh polisi yang sepatu ama tasnya cakep amat! Branded pula~
... dan masih banyak lagi ...

Melihat arus timeline social media, saya yang awalnya ikutan tegang memikirkan kondisi keluarga dan teman-teman yang berada di Jakarta, kemudian berganti dengan mengerinyitkan dahi. Heran. Begitu hebatnya netizen Indonesia, di tengah situasi keamanan nasional yang sedang berguncang, masih sempat-sempatnya ... mengedit foto hoax! Yup, entah mengapa saya cukup 'gatal' untuk mengomentari yang satu ini.

Semalaman timeline diramaikan dengan foto ini:

Foto: dari berbagai sumber
Saya awalnya berpikir, jika benar ibu ini dalam posisi siaga dengan kameranya, alangkah berharganya foto yang berhasil ia ambil dengan kamera smartphonenya. Pasti dia mendapat wajah sang terduga bom bunuh diri yang berada sangat dekat jaraknya. Namun, komentar netizen adalah : "Gila, itulah Indonesia. Udah situasi mencekam, masih aja sempat selfie!" Saya pikir jika itu benar, pasti si ibu ini tidak akan segila itu. Kalau saya mah pasti udah lempar handphone dan lari duluan, masa bodoh deh. Saya hanya berpikir secara logis dan tidak berniat menelisik lebih jauh dari sisi digital editingnya. Hingga pagi tadi saya menemukan informasi lain: foto tersebut hoax! Itu adalah gabungan dua gambar yang berbeda dan tidak ada korelasinya sama sekali. 

Foto asli ibu berhijab sedang selfie | Foto: dari berbagai sumber

Foto terduga pelaku bom bunuh diri | Foto: dream.co.id
Alangkah kagetnya saya, saat banyak akun-akun social media mulai mengklarifikasi kebenaran foto tersebut, di Facebook share postingan sang ibu yang berfoto selfie tersebut masih viral dan arus share terus berlanjut. Captionnya bermacam-macam, kebanyakan mencaci maki 'perilaku' sang ibu yang dianggap norak. Saya tidak tahu apakah sang pemilik foto sudah tahu fotonya dipakai untuk guyonan seperti ini. Kalau ia tahu, bagaimana ya reaksinya? Hmmm ...

Untungnya, saya tidak berkomentar ataupun membagikan apapun yang sifatnya informasi di social media saya. Karena saya merasa tak mendapat kabar yang valid dari pihak yang dapat dipertanggungjawabkan informasinya. Masalahnya, saat kita memutuskan menekan tombol 'share' atau 'post', kita punya kewajiban untuk menjadi sebagian dari informasi itu. Adalah pekerjaan yang tak mudah untuk mengklarifikasi dan menarik apa yang sudah kita bagikan ke orang lain via social media. Kita juga tak bisa mengukur sudah sejauh mana informasi yang kita share, berkelana dari satu akun ke akun yang lainnya, bahkan lintas platform. 

Di tengah rasa cemas dan kondisi psikis masyarakat Indonesia yang masih terguncang, ada orang-orang yang sengaja memanfaatkannya. Entah itu iseng, seperti kasus editing foto di atas, atapun sengaja memecah belah bangsa dengan informasi yang didasarkan pada spekulasi tak berdasar. 

Mungkin saya memang bukan pakar media sosial, tetapi kalau boleh menyarankan nih, saat terjadi tragedi, sangat rentan kita terterpa informasi yang simpang-siur tidak jelas jluntrungnya. Tahan jempol yuk, caranya:

  1. Stop membagikan foto-foto korban di social media maupun media messenger. Foto-foto dengan kondisi korban yang bersimbah darah atau dengan anggota tubuh yang terluka/hancur, tak layak untuk disebarkan. Hormatilah korban dan keluarganya karena bagaimana pun mereka tak ingin dikenang dengan kondisi yang mengenaskan.
  2. Stop menyebarkan informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Usahakan mencari informasi yang berimbang dari berbagai sumber, khususnya sumber-sumber terpercaya misalnya pihak kepolisian, pemerintah atau rumah sakit yang terkait dengan kejadian.
  3. Stop menebarkan isu-isu pemecah belah. Ada banyak spekulasi yang beredar di masyarakat terkait dengan penyebab sebuah tragedi. Tahan diri untuk tidak memberikan dugaan-dugaan yang tak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi jika isu tersebut berhubungan dengan SARA.
  4. Stop membuat lelucon yang dapat menyakiti hati mereka yang terkait dengan tragedi tersebut. Pikirkan dahulu, apakah dengan menulis atau mengunggah postingan tersebut, menyenangkan untuk dibaca? Apakah postingan tersebut dapat menyakiti hati orang lain? Kembalikan ke dirimu sendiri.
Gadget boleh canggih. Kita paham betul fitur-fitur yang ada di masing-masing platform social media. Secara teknis mungkin kita sudah khatam. Tetapi kembalikan lagi ke diri sendiri, sudahkah kita bijak menggunakan social media? Menurut hemat saya sih, too much share will kill you, apalagi share info tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kadang memang perlu mengerem laju aktivitas jempol kita, because sometimes the words and pictures are mightier than the swords. So, be wise! :)

Komentar

  1. "...saat kita memutuskan menekan tombol 'share' atau 'post', kita punya kewajiban untuk menjadi sebagian dari informasi itu. Adalah pekerjaan yang tak mudah untuk mengklarifikasi dan menarik apa yang sudah kita bagikan ke orang lain via social media".

    Setuju banget sama bagian ini. Sebenernya ga cuma 'masyarakat awam' aja yang suka sebarin info yang belum valid, media massa juga. Ada beberapa media massa yang suka lempar isu duluan, benar atau salah, dikoreksi kemudian. Atau biar aman, isu dilempar duluan, tanpa anya pihak berwenang (aktualitas jadi kambing hitam yang disalahkan) dengan tambahan kalimat '...namun kami masih mencoba memastikan apakah isu ini benar atau tidak...' tapi kemudian, isunya keburu disebar oleh pembaca/pemirsa via media sosial. Saya juga kerja di media massa, dan sangat sangat sangat menghindari hal ini. Amit-amit sampe ngelakuin hal ini, baik sebagai wartawan, atau bukan (di media sosial).

    Nah, soal foto-foto tragedi 14/1 yang jadi meme,termasuk foto ibu di atas, ini juga keterlaluan. Terlepas dari tujuannya untuk mocking para teroris, untuk menghibur warga Jakarta, atau cari popularitas di media sosial, saya pikir, lebih elok kalau foto2 yang diambil dengan mempertaruhkan nyawa fotografer ga dijadiin bahan guyonan.

    Sekedar menambahkan, dan sedikit berbagi :)

    Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, mungkin ini adalah rasa bangga karena menganggap telah melawan terorist, tapi kebablasan. Terimakasih sudah berkunjung ^^

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. Iya, yang foto ibu-ibu itu aku sudah liat juga, suami yang nunjukin. Duh kasihan juga ya si ibu yang fotonya dicomot itu. Emang logikanya sih nggak mungkin selfie dg jarak dekat banget dg teroris. Kalo aku sih, kabur aja biar selamat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Si ibu nggak ngerti apa-apa, fotonya kesebar dan jadi bahan bully. Duh :(

      Hapus
  3. aku kemarin pas insiden ini memilih untuk diam di grup pun juga, memilih untuk memantau saja perkembangan meski ikut miris

    BalasHapus
  4. Saya bertengkar dengan seorang teman karena dia membagikan gambar2 korban bom Thamrin via wasap. Sebenarnya ini dipicu karena saya cukup stres melihat kabar2 semacam ini, dan kemudian ditambah kiriman gambar2 itu. Sampai sekarang kami masih belum bicara karena saya marah. :))

    Soal gambar2 lucu itu, saya sempat memberikan ikon "tertawa" pada salah satu postingan teman saya di Path meskipun dalam hati saya bertanya "Ini benar nggak sih?" Sampai-sampai saya meneliti keaslian foto itu hanya lewat melototin gambar itu. Dan besoknya ada postingan lain yang ngasih lihat kalau gambar itu palsu. Saya jadi sedikit nyesel karena sudah tertawa,karena in that moment ini memang lucu buat saya. Tapi ga habis pikir juga sih kok ya ada orang yang "selo" bikin beginian disaat kondisi sedang tidak bagus. Anyway saya tertawa bukan karena gambarnya, tapi karena caption dari teman saya yang saya anggap lucu.

    Ditambah lagi dengan banyak meme lainnya. Kalau yang itu saya sih miris sejak awal. What's wrong with peoples nowadays? Mungkin yang membuat memang niatnya hanya menghibur meskipun dirasa kelewatan. Tapi saya sendiri belajar untuk tidak berpartisipasi dalam perilaku yang nggak sensitif semacam ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep, mungkin kepekaan kita sekarang sedang diuji sebagai manusia Mas.

      Hapus
  5. Hiyaaa benerrr... itu tega banget deh yang bikin fotosop ibu2 gak bersalah lalu menyebarkannya. Itu sama aja memfitnah si ibu2 itu. Kesel banget aku liatnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iya mak, jatuhnya malah fitnah. Padahal nggak ada hubungannya sama sekali :(

      Hapus
  6. aku pun sangat sebel sama org2 yg seneng bgt ngeshare2, pdhl etikanya dia juga hrs bertaggung jawab ya, bukannya cuci tangan ikut kekinian doang :(

    BalasHapus
  7. Kasihan ibu ini. Jahat banget yang bikin memenya.

    BalasHapus
  8. kadang sebuah karya terinspirasi dari sebuah kejadian, tapi memang karyanya harus bisa dipertanggungjawabkan ya mba winda.. setuju untuk bisa santun dan bijak menggabungkan karya terutama foto.. trimakasih sharenya..

    BalasHapus
  9. Wah ini udah keterlaluan banget, tujuannya apa sih? Kalo hanya buat lucu-lucuan kok tega membuat bangsa sendiri terlihat konyol di mata dunia?

    BalasHapus
  10. Betul mbak
    Mari berpikir matang2 sebelum mengklik tombol share
    Ada tanggung jawab yang menyertainya ketika kita sudah membagikan sebuah gambar, berita dan sejenisnya apalagi jika tenryata kebenarannya masih dipertanyakan

    BalasHapus
  11. mendekat dengan kematian judulnya kalau memang si ibu seberani itu. Ah! aku juga sebal dengan banyak foto olahan yang gak bertanggung jawab. Mulai dari yang akhirnya menimbulkan isu sampai foto2 yang distrubing sampai yg menjijikkan gt

    BalasHapus
  12. Saya lihat langsung di tv ada yg foto selfi, tapi bapak2 bukan ibu2..itupun nggak lantas saya sebarkan begitu saja disosmed.buat apa??:(

    BalasHapus
  13. wah bener banget mbak pengalihan isunya kentara banget kalo toh teroris sejati itu yg membuat listrik minyak dan semua kebutuhan manusia yg vital jadi gak ada di sekitar kita nah itu baru top teroris..... teroris sejati nyerangnya yg vital.. kalo cuman bom bom bunuh diri gitu mah anak kecil juga bisa... hadeeehhh ini teroris sejatinya mana ini kok g ditangkap" yax???

    BalasHapus
  14. Bener mbak, sebelum share kita seharusnya sudah melakukan cek dan ricek kebenarannya. Jika ternyata berita itu bohong kan kita ikut dosa ya

    BalasHapus
  15. Kasian.juga si Ibu, tu ibu2 tau gak ya, fotonya dicomot gtu aja...

    Hmmm, menanggapi soal netizen Indonesia, saya bingung, antara prihatin tapi jg tergelitik... Tapi kalau kebanyakan meme ttg kejadian Jl. Thamrin lama2 gk lucu lg jatuhnya...

    BalasHapus
  16. entah mengapa banyak orang asal share saja tanpa merechek dan berpikir secaar logika kebenaran berita. Kadang suka sebel saja tp yg penting kita harus jadi pembaca yg pintar

    BalasHapus
  17. saya sudah agak lama menjauhi keramaian sosmed seperti ini mbak,
    menyibukkan diri dengan jualan online dan blog hehe

    BalasHapus
  18. Ish, males banget ngurusin yang selfie. Xixixi. :D Ada gang pegasus tuh yang lagi rame.

    Enaknya ngeblog aja deh

    BalasHapus
  19. Wooo ternyata hoax

    udah lama saya blajar buat gak asal share apa pun yg dibaca diinternet. Jgn2 kebenaran g bs dipertanggungjawabkan

    BalasHapus
  20. baru tau klo foto ibu2 selfie itu hoax

    BalasHapus
  21. Kasihan ya si ibu yang lagi foto selfie. Sudah kena candid, di crop, dan direkayasa lagi...

    BalasHapus
  22. Setujuuu banget, jempolmu harimaumu sekarang ya *eh ini jempol kan bahasan artikel satunya yak hihihi :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer