Melawan Gravitasi Bersama L'alphalpha



lalphalpha

Mendengarkan musik tertentu, bisa melemparkan kita pada sebuah situasi-situasi di masa lampau ... atau justru situasi-situasi yang menerbangkan imajinasi. Bagi saya musik-musik tertentu saja yang bisa menerbangkan saya ke sebuah imajinasi di mana saya tidur beralaskan rumput dan ber-star gazing melihat konstelasi bintang nun jauh di atas sana. Sounds amazing, huh? Dan tentunya situasi tersebut akan mudah tercipta dengan melodi-melodi yang mendukung situasi "ngayal-able". 

Rasa-rasanya kuping saya menjadi sangat waras kala ditendang pertama kali oleh alunan All Birds Are Against The Gravity milik L'alphalpha. Ya, sebuah band yang namanya cukup susah dilafalkan, tetapi musiknya sangat mudah membuai kita. Oh, memang sebaiknya tidak mendengarkan karya-karya mereka selepas makan siang (warning!) kala pekerjaanmu masih menumpuk untuk diselesaikan hingga jam 16.00. Sadis! 

Sepanjang menguping lagu-lagu mereka di album Von Stufe Zu Stufe, kepala saya riuh dengan berbagai macam sound ambience di lagu-lagu mereka. Seorang teman berpendapat, sound-sound yang mereka gunakan di beberapa lagu cukup mengganggu dan tidak memberikan pengaruh untuk musik yang dimainkan. Hmm, saya bisa jadi setuju, bisa jadi tidak, karena mendengarkan karya L'alphalpha haruslah dengan imajinasi tinggi. Jika kita mengatur diri dalam kondisi 'setengah sadar', permanian sound noise seperti pada track Oneironaut justru jadi penghantar ke alam khayal yang baik. Tetapi jika didengarkan dalam kondisi sadar, ya mungkin saja sound noise-noise itu hanya akan menggelikan telinga. (Maafkan pendapat ini hanya dari sisi pendengar awam yang tak pernah terjun memainkan musik post-rock). Meskipun begitu, menurut telinga saya sih, pada beberapa lagu, vokal perempuannya kurang begitu pas. Kalau bahasa saya sih, "Rodok ngawang" alias kurang mantap. Dari album pertama ke album kedua, sepertinya juga mereka beranjak lebih 'kejam' dari sisi lirik dan semakin riuh. Mungkin memang harus mendengarkan album pertama dulu agar memahami alurnya *yaiyalah*. 

Mungkin saya cukup terlambat menyimak band ini, karena saya baru mendengarkan dengan serius di tahun 2015 dan saya akhirnya tidak berhasil mendapatkan satu pun rilisan fisiknya *tapi saya dengerin mereka dari streaming Deezer ataupun Youtube *nangis. Mendengarkan versi recording dan versi video live dari kanal Sound Of The Corner, L'alphalpha cukup membuat saya puas. Tapi, saya jadi pengen nonton secara live, benar-benar live, penampilan mereka since saat menonton mereka di acara Taman Buaya Beat Club di TVRI kok kurang rapi mainnya hehehe .. Minggu depan mereka akan perform di Malang (hore!). Saya akan membuktikan, apakah memang mereka benar-benar layak mengantar pendengarnya terbang melawan gravitasi? 

*update : Their live session was amazing at Marche Indiefest 2016 - Malang. But sadly they only sang for about 5 songs because of limited time :(*


A photo posted by Winda Carmelita (@windacarmelita) on




Buat saya, L'alphalpha ibaratnya kotak musik yang memproyeksikan sebuah padang rumput yang ditudungi langit gelap dengan kerlip bintang. Imajinatif. Banyak orang, apalagi saya, memang harus banyak belajar menyampaikan sebuah musik yang tak hanya nikmat didengarkan, namun juga mampu bercerita dengan baik. 

Favourites tracks: 

Album "When We Awake All Dreams Are Gone" 


a Lot of Fireworks but I Still Had A Reason to Smile 
Reprise (sebuah penutup yang ciamik) 

Album "Von Stufe Zu Stufe" 
All Birds Are Against The Gravity 
Future Days



L'alphalpha

Komentar

Postingan Populer