PR Besar Mengatur Waktu dan Menempatkan Prioritas

Masih sambungan dari tulisan yang kemarin

Bulan ini, setidaknya saya bisa bernafas lega karena pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan di luar kantor lumayan berkurang. Terhitung sudah 1,5 tahun ini rasanya saya nggak pernah mengalami kelegaan tiap selesai jam kantor, karena masih ada hutang-hutang pekerjaan freelance yang menumpuk, ketemuan sama teman membahas pekerjaan, undangan-undangan dan kegiatan lain yang kesannya kayak "buang-buang tenaga tapi aku suka kok".

Tapi semuanya layak disyukuri ;)

Lelah secara fisik, pasti. Lelah secara pikiran, nggak juga sih. Mungkin lebih tepatnya bukan lelah tapi jenuh. Kebiasaan kalau sudah jenuh itu selalu terpikir untuk menunda-nunda pekerjaan dan kabur sejenak, tapi kok sejenaknya ini jadi keterusan. Misalnya nih ya, harusnya besok itu ada tanggungan 2 tulisan. Karena seharian di kantor garapan banyak jadinya kepala ngukus. Diajak teman ngopi, hayuk-hayuk aja, rencananya paling jam 21.00 lah mentok nongkrong trus pulang garap kerjaan lagi. Eh, keterusan dong. Ngobrolnya nggak kelar-kelar, teman yang datang jadi banyak ... Jam 23.00 baru pulang udah ngantuk, langsung tidur.

Besoknya, saya merasa seperti Kaonashi keseret ombak kayak gini ... :')


Harus diakui, ini tahun-tahunnya saya lagi merasa sangat bergairah melakukan banyak hal. Lagi produktif-produktifnya layaknya ayam petelur. Makanya kalau mengeluh gara-gara banyak hal yang harus dikerjakan, kok merasa bersalah. Toh ya semua itu saya yang menciptakan sendiri, termasuk sepaket dengan ketidakdisiplinannya.

Seiring dengan itu, saya menyadari kalau mengatur waktu dan prioritas itu adalah PR terbesar yang seumur hidup harus dipelajari oleh semua orang di dunia ini. Iya, kalau hari ini saya harus belajar mengatur waktu dan prioritas soal kegiatan-kegiatan saya, nanti kalau sudah punya berumah tangga juga sama harus belajar mengatur waktu dan prioritas antara pekerjaan dan keluarga. Never ending learning lah.

Mengandalkan kekuatan ingatan aja ternyata susah banget. Ada keterbatasannya, terlebih karena saya orangnya mudah terdistrak. Akhirnya, saya 'menyerahkan diri' pada 'tangan-tangan tak terlihat' buat membantu saya mengatur waktu, prioritas dan serangkaian hal yang harus dikerjakan. 'Tangan-tangan tak terlihat itu' bukan demit ya, tapi:

Google Calendar


jam tangan, jam tangan wanita, jam tangan pria, jam tangan fossil, jam tangan original, jam tangan eiger, harga jam tangan, jam tangan lazada, google calendar, to do list, tips mengatur waktu, buku agenda, menghias buku agenda, kaonashi,
Image taken by Winda Carmelita
Saya pernah menghadiri 2 kegiatan sepulang kantor. Di tengah perjalanan pulang ke rumah dari kegiatan terakhir, saya kok ngerasa ganjal. Tapi kuteruskan aja pulang. Eh beneran, ternyata ada janjian lagi sama orang di tempat ketiga -_______-" Jadi sungkan, untungnya orangnya nggak nungguin huhuhu .. Sejak saat itu, setiap kali ada acara yang harus dihadiri, langsung kutulis di Google Calendar dan set remindernya.

Buku Agenda


jam tangan, jam tangan wanita, jam tangan pria, jam tangan fossil, jam tangan original, jam tangan eiger, harga jam tangan, jam tangan lazada, google calendar, to do list, tips mengatur waktu, buku agenda, menghias buku agenda, kaonashi,
Image taken by Winda Carmelita
Ternyata Google Calendar saja nggak cukup. Buku agenda akhir-akhir ini jadi senjata saya buat menulis to-do list harian. Meskipun 'aku-anaknya-digital-banget', tapi rasanya kurang sip kalau to-do list harian itu nggak ditulis. Beneran lho, menulis itu memang senjata untuk mengingat yang paling baik, ketimbang mengetik.

Pakai Jam Tangan


jam tangan, jam tangan wanita, jam tangan pria, jam tangan fossil, jam tangan original, jam tangan eiger, harga jam tangan, jam tangan lazada, google calendar, to do list, tips mengatur waktu, buku agenda, menghias buku agenda, kaonashi,
Image taken by Winda Carmelita
Kalau yang ini, mungkin relatif sih. Tapi buatku terasa banget lho perbedaannya. Sejak jam tangan original warisan Mama mati total dan (saat itu) belum beli penggantinya, saya cuma mengandalkan lihat jam dari smartphone. Padahal sama-sama fungsinya untuk penunjuk waktu, tapi jam tangan itu menurutku lebih simpel dan minim distraksi. Apalagi kalau pas lagi nyetir motor, 'kan nggak mungkin ngelihat smartphone. Tinggal lirik pergelangan tangan aja. Kalau lihat jam di smartphone itu, habis lihat jam suka tergoda buat buka-buka apps socmed. Ndak kelar-kelar malahan :|

Tiga senjata itu lumayan membantu saya mengatur kegiatan harian. Tapi tetap, tiga senjata itu nggak bakal berguna kalau tetap nggak disiplin, gampang keslimur dan nggak bisa mengatur prioritas dengan baik.

Baca Juga: Tentang Jam Tangan: Modelnya, Harganya Atau Prioritas Waktunya?

Huaaah! PR-ku lumayan juga ya. Ada yang mau bagi pengalaman nggak gimana caranya mengatur waktu waktu dan menempatkan prioritas?

Komentar

  1. Sama mbak aku juga harus banyak belajar dan susaaaaaah ternyata. apalagi sekarang udah kerja. mesti banyak yang harus aku pikirin. nice sharing mbak

    BalasHapus
  2. mba winda pake planner? samaan aku juga!! *tos!*
    aku juga tipe yang suka nunda-nunda. tapi kalo kelamaan ditunda gak jadi-jadi. tapi kalo langsung idenya suka nggak moncor, terus ditunda. dan terus gitu aja sampe macan pensiun jadi maskot biskuat...

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer