Efisiensi: Irit Bukan Berarti Pelit

Belajar hidup ala frugal living alias irit tapi nggak pelit


Hampir dua tahun belakangan ini, saya yang dulunya nggak begitu peduli dengan urusan keuangan rumah, jadi punya tanggung jawab lebih buat mengatur pos pemasukan-pengeluaran. Meski masih ada Mama, tapi karena keterbatasan beliau, saya lah yang bertugas ‘lebih’ untuk urusan ini.


Mungkin saya dan banyak orang lain di dunia ini dengan cerita hidup seperti saya, memulainya lebih dulu jauh sebelum berumah tangga sendiri. Tapi justru hal ini bikin saya jadi lebih menghargai uang, jerih payah dan termasuk urusan reward buat diri sendiri.


Satu hal yang berubah dari diri saya sejak jadi kepala urusan rumah tangga dan keuangan di rumah adalah jadi manusia yang perhitungan. Perhitungan di sini gak selalu artinya pelit dan pamrih. Tapi lebih ke mengefisiensikan segala apa yang saya beli, saya pakai dan uang yang saya keluarkan untuk membeli barang atau jasa tersebut.


Prinsipnya adalah kebutuhan primer terpenuhi semua, baru kebutuhan sekunder. Karena bayar tagihan listrik gak bisa menunggu, sementara jajan-jajan lucu bisa dipuaskan kapan-kapan.


Saya sering melihat blogger-blogger dan artikel yang membahas tentang frugal living alias hidup berhemat. Bahkan ada yang bisa melakukannya dengan ekstrem, seperti nge-shave baju-baju yang mulai keluar benang-benangnya supaya bisa dipakai seperti baru. Saya gak segitunya sih, kalau memang sudah buluk ya turun jabatan saja jadi baju rumah.


Setelah dua tahun ini, saya pelan-pelan mencoba mengefektifkan dan mengefisiensikan pengeluaran saya dengan cara sendiri. Hingga saat ini, cara ini nggak menyiksa dan nggak bikin saya jadi gak bisa senang-senang juga.


Pakaian, sepatu dan aksesoris




Namanya cewek ya, paling gak bisa tahan godaan dari belanja baju, sepatu, tas dan aksesoris. Sampai menumpuk di lemari, masih bilang, “Aku nggak punya baju.” Sebenarnya kalau saya gak terlalu into sama baju. Justru dulu yang banyak membelikan baju itu Mama.


Semakin dewasa, terutama 2 tahun belakangan ini, saya jarang sekali beli baju. Rata-rata baju yang dibelikan Mama masih bisa terpakai. Untung sih baju-baju yang dibelikan Mama saya itu modelnya everlasting. Makanya saya jarang beli baju yang kelihatannya kekinian seperti baju kerah sabrina dan sebagainya. Kebetulan karena pekerjaan dan keseharian saya nyantai, jadi saya lebih sering memakai kaos santai tapi sopan, seperti modelnya baju 3second, kaos berkerah atau kemeja. Karena baju seperti ini nggak harus mengikuti tren mode tertentu ‘kan.

Soal sepatu, saya tipikal yang pakai sepatu sampai jebol-bol-bol. Prinsipnya beli ketika jebol atau disesuaikan saja dengan kebutuhan. Setidaknya punya 1 sepatu stiletto, 1 sneakers, 1 flat shoes dan 1 sepatu olahraga. Buat sepatu saya mending beli yang harganya agak mahal, tapi awet bertahun-tahun gak lepas jahitan atau lemnya. Lain urusan ya kalau jebolnya karena pemakaian.

Untuk tas, kurang lebih sama dengan sepatu. Tas saya paling favorit tentu saja … ransel dan backpack. Terbaik! Bisa masuk semua kebutuhan sehari, bahkan kalau bisa seisi kamar diangkut semua hehehe … Kebanyakan tas-tas pesta saya dikasih atau dikado teman dan belum pernah beli tas pesta sendiri.


Banyak barang itu gak bikin happy lho, justru bikin sumpek di hati.

Make up, skin care dan body care





Sesungguhnya, inilah kelemahan saya. Sering tergoda beli lipstik, bibirnya cuma satu. Sering menimbun beli sabun, toner, milk cleanser, body lotion, parfum … Sampai seringkali lupa dipakai dan sudah lewat batas kadaluwarsa. Sekarang saya dalam proses menghabiskan seluruh timbunan itu sambil berprinsip, “Boleh beli lagi, kalau sudah habis sampai tetes terakhir!”


Makanan dan dapur


Image taken by Winda Carmelita

Dan ini adalah kelemahan saya yang lain. Saya sangat berusaha menahan diri untuk mengurangi jajan-jajan di luar dengan masak sendiri dan bawa bekal. Pernah dalam 1 minggu saya sama sekali gak jajan di luar, gak ke cafe, gak beli-beli camilan … Penghematannya sampai Rp. 100ribu! Saya sampai berdecak kagum sama diri sendiri .. walau kemudian minggu depannya jadi jajan lagi karena gak sempat masak. Akhirnya setiap Minggu saya masak masakan yang sekiranya bisa saya panasi atau tinggal goreng aja buat 2 hari ke depan. Lumayan, mengurangi jatah jajan meski cuma 1-2 hari.


Soal jajan ini adalah kelemahan saya karena sebetulnya saya suka makan dan cara termudah memberi reward terhadap diri sendiri adalah dengan makanan enak hehehe ..


Belanja pun saya pilih-pilih. Gak selalu di supermarket mahal lho. Tiap Jumat - Sabtu saya biasanya berburu minyak goreng diskonan, promo buah-buahan dan susu. Kalau buat daging ayam dan sayur-sayuran, saya masih mengandalkan belanja di pasar tradisional karena harganya memang jauh lebih murah, bahkan per kilogramnya bisa lebih murah, bedanya sampai Rp. 5.000.


Belanja bulanan (toiletries dan lain-lain)





Sudah 2 bulan ini saya belanja bulanannya dua kali. Yang pertama, belanja online di marketplace; yang kedua, belanja biasa di supermarket. Ternyata belanja bulanan online itu bisa jauh lebih murah lho. Di salah satu marketplace yang biasanya kasih free ongkir itu, saya nemu banyak potongan harga yang lumayan banget bisa menghemat Rp. 5.000-an untuk 1 item. Tapi memang tidak semua barang ada ya, dan pilihannya gak sebanyak saat belanja di supermarket atau pasar. Setidaknya cara ini menghemat sampai Rp. 30.000-an dan tanpa ongkir pula.


Buat beberapa item seperti karbol wangi, sabun cuci tangan, pembersih lantai atau sabun pencuci piring yang dikemas dengan brand supermarketnya sendiri, biasanya lebih murah selisihnya daripada dari brand terkenal. Kalau cuma item-item di atas mau pakai yang mahal atau murah, sepengalaman saya gak begitu ada bedanya kok. Kecuali kalau detergent dan softener, itu biasanya lebih pilih-pilih karena masalah aroma aja. Sisanya fungsinya ya sama saja.


Sejauh ini, konsep berhemat yang saya lakukan memang masih pada 3 sektor ini. Pengennya bisa menerapkan juga untuk urusan penghematan listrik, pulsa internet dan lain-lain. Tapi saya selalu berusaha walaupun ngirit bukan artinya pelit. Masih tetap harus bisa makan-makan enak sesekali di luar, ke luar kota, nonton konser dan sebagainya. Karena apalah artinya mati-matian berhemat, cari uang kerja keras kalau tidak bisa memberi reward untuk diri sendiri atau membantu orang lain ;)

Komentar

  1. njajan itu yg sulit ngurangu mbak
    apalagi baca artikelnya food blogger
    apa ya kuat
    tapi kagta mbak nella kharisma kudu kuat atiku, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahaha bisa kok mas, jajannya pas weekend aja jadi hari2 biasa ibarat 'nabung'nya buat dihabisin pas weekend :)

      Hapus
  2. Irit itu tau mana yang prioritas, mana yang bisa ditunda. Nah kalo pelit, yang prioritaspun kadang ditunda.

    BalasHapus
  3. Wow, tetep semangat ya berhematnya :)

    BalasHapus
  4. Bikin bekal tiap hari demi bisa ngopi tiap pekan dan piknik tiap bulan.
    Serta bayar Semesteran tiap semester. ��

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer