Cerita Tentang Sepatu Wanita dan Belajar Menimbang Value

Image taken from pexels.com

Sejak punya prinsip baru dalam mengatur hidup, saya jadi benar-benar menimbang-nimbang akan setiap barang yang akan saya beli dan sudah saya miliki.

Sebetulnya kesadaran itu tahapannya di awal pas saya sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Beda lah waktu zaman dikasih uang jajan sama orang tua. Nggak ikut kerja, cuma menikmati hasilnya, jadi royal beli-beli barang lucu. Sejak bekerja, di tahun 2012 dan membiayai kuliah sendiri, itulah terasa bedanya. Apalagi sekarang mengurus rumah sendiri, itu semakin-makin lah menghitungnya. Menghitung, bukan perhitungan apalagi pelit lho ya.

Mungkin kelihatan kontras, karena kalau kita mengurangi jumlah barang itu bisa diartikan dengan 'menjual kembali'. Tapi saya lebih suka mendonasikan, walaupun memang ada yang saya jual di online thrief store. Dengan mendonasikan, kebahagiaannya terasa berbeda dengan memegang uang hasil jualan. Buat kalian yang pernah melakukan keduanya, pasti bisa merasakan deh!

Nah, sebelum cerita soal melepaskan keterikatan terhadap buku yang saya ceritakan di post sebelumnya, saya terlebih dahulu mengurangi jumlah-jumlah sepatu wanita yang saya miliki. Biasalah ya, wanita itu memang mudah sekali terikat sama yang namanya 1) baju, 2) sepatu, 3) make up. Sepatu jadi salah satu keterikatan yang juga membuat merasa sesak.

Dulunya, beli sepatu itu pokoknya modelnya bagus. Nggak peduli dengan kualitasnya. Istilahnya, lapar mata. Akibatnya, sepatu-sepatu menumpuk, tergolek tak tersentuh. Karena ternyata setelah sadar, saya tuh cuma punya satu sampai tiga pasang sepatu wanita yang bakal terpakai setiap hari. Dua sepatu flat shoes yang untuk gonta-ganti harian, dan sepasang sepatu sneakers untuk occassion tertentu, misalnya pergi jauh atau liputan di lapangan.

Tentu saja, punya lebih dari 15 pasang sepatu dan sandal tak terpakai adalah hal yang sia-sia. Pertama, sepatu pun punya masanya. Kalau lama tidak dipakai, kualitas solnya pasti menurun. Terutama sol yang terbuat dari bahan karet, karetnya lama-lama bakal mumprul alias rontok. Kemudian, lem-lem sepatu itu juga akan memuai dan bikin sepatu wanita lepas satu per satu bagiannya. Ini bikin kesal sih, karena seringkali saya menganggap ini sepatu masih kece tampilannya walaupun sudah lama tidak dipakai. Begitu dipakai, lha ... kok copot. Duh, mana seringkali kejadiannya ini saat di pesta. Ya malu, ya kesal ...

Akhirnya, terjadilah kegiatan sortir-menyortir sepatu wanita tersebut. Sepatu yang kelihatan bakal nggak lama umurnya, saya sisihkan, saya taruh di karung besar di depan rumah. Biasanya bakal diambil pemulung. Sepatu yang sudah hancur lebur, masuk kardus, buang ke tempat sampah. Sementara itu, ada lagi kriteria sortir yang selalu saya terapkan adalah "saya sudah nggak happy punya barang ini." Sepatu di kategori ketiga ini ternyata lumayan banyak, walaupun masih layak banget dipakai. Biasanya sepatu-sepatu berhak wedges yang dibeli impulsif (sekarang saya jarang pakai sepatu wanita berhak, kecuali acara resmi dan ke gereja), atau sepatu flat shoes yang kantoran banget kesannya (kantor saya di media, nyantai, nggak harus formal). Memang bukan sepatu yang mahal sih, biasanya harganya saat beli itu under Rp100.000 - Rp150.000. Yaaaak, ini sepatu-sepatu yang saatnya masuk kardus, diberikan ke kaum yang membutuhkan ...

Kemudian, kegiatan sortir menyortir ini akhirnya membuang banyak sepatu, menyisakan sekitar sepuluh pasang sepatu wanita saja (2 flat shoes, 2 stiletto, 1 kitten heels, 1 sandal, 2 sport shoes dan 2 sneakers) dan melibatkan perasaan yang "duh, sayang, tapi nggak bakal kepakai juga..." Akhirnya saya jadi menyadari kalau dulu beli sepatu karena pembelian impulsif. Bukan dipertimbangkan, apakah kualitasnya bagus atau modelnya cocok dengan gaya saya. Toh, pada akhirnya, sayang juga uangnya kalau sepatu itu berakhir percuma ya?

Nah, semakin saya dewasa dan paham cari uang itu nggak mudah, jadi sekarang saya benar-benar menghargai value sebuah barang. Prinsipnya, nggak apa-apa beli barang yang harganya sedikit mahal, asalkan nilai manfaat dan kualitasnya saya dapatkan sebanding, dan juga ... saya bakal happy memakainya.

By the way, sepatu yang saya pakai sehari-hari ini sudah mulai rusak karena diterpa hujan badai banjir terus kalau siang kepanasan banget. Tadi sih sempat lihat-lihat koleksi sepatu wanita di qlapa.com.


Kebetulan lagi pengen yang modelnya moccasin gitu (model sepatu sepanjang masa pilihan Winda Carmelita :)) ) atau yang berbahan kulit, di qlapa.com banyak yang sesuai. Kira-kira mana ya yang valuable?

Komentar

  1. Duh saya banget niiih, emang ya kalau lapar mata enggak bisa dicegah..wkwkwkwk. Pernah beberapa sepatu juga sia sia kubeli, Sepatu wanita di Qlapa cantik cantik y

    BalasHapus
  2. Dulu, aku suka boots sama yang berbau sporty. Sekarang mah, pokoknya yang awet dan enak dipake, maklum udah emak-emak kan. Iya nih, sekarang milih sepatu emang kudu berdasarkan kebutuhan ya :)

    BalasHapus
  3. duh sama dg anak cewekku laper mata apa saja dibeli, mudah2n setelah kerja bisa stop beli2 kalau pakai duit sendiri mungkin dia mikir

    BalasHapus
  4. aku pengemar sepatu, koleksinya dah kayak imelda marcos tapi versi yg murah hahahaha. Tapi semua hilang lenyap ditelan bumi karena beberapa kali renovasi rumah & kena debu plus diterlantarkan abah :( sebenernya aku sebel sama olshop2, gegara mereka gampang banget belanja sekarang, terutama sepatu hahahha #salaholshop :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer