Gesture Mini Concert: Cara Atlesta Bercerita Tentang Kehidupan Secara Lebih Intim

Atlesta Gesture Mini Concert
Atlesta Gesture Mini Concert | Foto: taken by Winda Carmelita
Sebelumnya saya beri warning dulu, bahwa tulisan ini bukanlah review maupun reportase. Melainkan opini yang sangat-sangat-sangat personal tentang Atlesta, Fifan Christa dan segala pernak-pernik Gestures.

Pernahkah kamu menginterpretasikan sebuah karya sebegitu personalnya? Jika kamu bertanya, apakah kamu sendiri pernah, Wind? Ya, saya pernah dan pendapat saya tidak akan pernah berubah tentang Atlesta.

Seperti yang saya ceritakan di post ini, selepas hearing session yang serba surprise di bulan Mei 2017 yang lalu, Atlesta akhirnya melahirkan album ketiganya "Gesture" secara resmi di bulan Juli 2017 yang lalu.

Baca Juga: Cerita Ketemu Teman Lama: Fifan, Atlesta dan Kejutan Tak Terduga

Tetapi bukan berarti teror itu selesai. Justru setelahnya, tingkatan teror meningkat karena jika saya menyukai sebuah karya, maka saya harus menonton konsernya secara live. Bukan agar bisa menyalurkan hasrat sing along, tetapi sebagai "tantangan" -- apakah bisa memberikan efek goosebumps saat melihat performancenya secara live. Atau sekedar yah, biasa saja, mendingan dengerin Spotify?

Dan, "tantangan" ini pun berlaku pada Atlesta.




Konser Gesture Mini Concert semalam, bagi saya adalah validasi dari pendapat saya selama sekitar lima tahun (bahkan lebih) mengenal Atlesta. Tentang sebuah fase hidup. Dari Secret Talking hingga album Gestures, saya seperti diberi kesempatan secara gamblang untuk melihat metamorfosis hidup sesorang.

Secara interpretatif, "Secret Talking" seperti seorang remaja yang mencari jati diri, nakal-nakal tapi tidak menggemaskan sama sekali. Pengen seksi, tapi seksinya 'maksa' karena memang sex appeal-nya belum keluar. Entah mengapa, jika boleh jujur, saya kurang begitu klik dengan album ini.

"Sensation", seperti melihat jiwa seorang laki-laki di awal usia 20-an, yang masih belum kelar nakal, tapi sudah bisa menempatkan diri. Yah, bolehlah masih lirik sana-sini. Kerling-mengerling manja, tapi sudah lebih behave.

Baca Juga: Atlesta: 'Sensation', Masih Seksi Tapi Lebih Elegan

Sementara, "Gestures" lebih matang. Seperti seseorang di usia 20 akhir hingga 30-an, yang lebih dewasa, elegan dan manly tanpa perlu banyak usaha menarik perhatian.

Ketiganya adalah fase yang kita semua alami. Tentu saja, Fifan juga mengalaminya, bukan?

Atlesta Gesture Mini Concert
Atlesta Gesture Mini Concert | Foto: taken by Winda Carmelita
Kembali lagi ke konser semalam, bagi saya konser semalam adalah konser tunggal yang paling terkonsep yang pernah saya tonton. Atlesta bukan hanya memainkan melodi-melodi musik dari album Gesture dan bonus dua lagu dari album Sensation. Tetapi mereka bercerita. Mereka adalah pencerita yang sangat baik, dalam wujud melodi dan bait lirik.

Ada tiga chapter yang dipersembahkan semalam. Chapter pertama, menceritakan tentang hubungan Fifan dengan orang-orang yang penting dalam hidupnya. Chapter kedua, menceritakan tentang apa saja yang sudah dilakukannya di masa lalu. Sementara chapter terakhir, adalah tentang Fifan di masa ini dan masa mendatang.

Lebih dari tiga belas lagu dimainkan semalam. Semuanya terbungkus dengan baik, terkoneksi satu sama lain dengan atmosfer yang diciptakan melalui tata cahaya yang seolah memainkan peran untuk menambah dramatis setiap nomor yang dimainkan. Padahal awalnya saya pikir konser Gesture Mini Concert semalam akan diadakan Atlesta dalam ruangan yang private dan intim, karena tertera di e-flyer: "very limited space". Tetapi setelah yang saya lihat semalam, memang tidak salah menggelar konser lengkap dengan panggung, rigging dan lighting yang total, meskipun digelar 'hanya' di teras cafe dan untuk tidak lebih dari 100 orang.

Kalau ditanya, mana bagian terbaik dari semua lagu yang dibawakan semalam, pilihan saya bukan pada lagu-lagu yang upbeat. Justru pilihan saya jatuh pada chapter pertama lagu kedua, yaitu "The New Youth Living." Saat bagian reffrain, lighting menyorot bergantian secara dinamis, saya sungguh merinding! Ini adalah lagu yang membuat perasaan teraduk-aduk, bukan cuma saat mendengarkan rekamannya, nyatanya juga saat dibawakan live. Saya tidak menemukan secara pasti di mana bagian eargasm-nya, tapi sepanjang lagu saya seperti diajak memahami sisi melankolis-romantisnya Fifan. Apalagi setahu saya lagu ini menceritakan tentang hubungan Fifan dengan sang Ibu.

Saya masih ingat saat hearing session, saya bilang, "Lagumu sing ini brengsek, Fan, aku gak sempet ambegan."

Sekali lagi, sebagai seseorang yang interpretatif minim pemahaman teknis, bagi saya warna ungu adalah warna yang tepat menggambarkan Atlesta di titik ini. Kreatif, karismatik dan magis.

Dengarkan "Gesture" oleh Atlesta, di sini:



Me: "Aduh aku kok lemu."
Fifan: "Senyumku mesum, Wind."
:))
*) Update 25 Maret 2018 9:40 AM

Saya menemukan sebuah komentar di video klip lagu Sissy Pussy-nya Atlesta. Komentar yang ditulis 4 tahun lalu.


Temui Atlesta yang sekarang ;)

Komentar

Postingan Populer