Berdandan Bukan Karena Endel, Tapi Menghargai Diri Sendiri

*image taken from pexels.com
Dari dulu, saya tidak pernah suka dengan konsep-konsep tomboy yang dilekatkan pada saya. Tapi pengalaman masa remaja selalu membayangi saya dengan label tersebut. Mungkin karena pada masa remaja dulu (tahun 2003-2009), perempuan yang ngeband itu dianggap cenderung tomboy. Bisa jadi juga karena pada masa itu, figur perempuan-perempuan di dunia musik yang main gitar, bass dan drum diwakili oleh sosok yang "tomboy", misalnya Dara The Virgin -_______-"

Pada masa remaja itu, lebih tepat jika disebut "belum tahu cara merawat diri" ketimbang tomboy. Wajah penuh jerawat karena hormon belum stabil, disuruh pakai sunblock pun nggak mau karena risih lengket-lengketnya kalau berkeringat (tahu sendirilah, anak remaja kalau keringetan gimana). Makanya nggak heran kalau saat itu saya benar-benar kumus-kumus, dekil dan sebagainya. Apalagi kegiatannya banyak di luar.

Beranjak kuliah, lumayan lah, sudah mulai tahu maskeran dan pakai bedak sama lipstik tipis-tipis. Tapi benar-benar seadanya. Effort tertinggi 'berdandan' ala saya adalah di semester empat itu saya smoothing rambut karena malas catokan melulu (rambut saya aslinya berombak, btw) sedangkan rambut asli ini ribet banget kalau harus dikuncir-lepas-catok dst.

Begitu masuk dunia kerja, wussss! Semuanya langsung berubah. Terutama saat saya berada pada posisi di mana berhubungan dengan banyak orang. Padahal tidak ada tuntutan dari kantor saya untuk berdandan. Kamu mau pakai celana pendek dan T-shirt ke kantor pun nggak masalah, nggak mandi pun nggak ada yang ngurus. Apalagi mau berdandan, ya itu udah bagus banget malah :))

Dulunya saya merasa repot kalau harus bikin alis, apply BB Cream, set bedak, pakai lipstik dan lain-lain. Lambat laun, saya akhirnya belajar mana-mana make up yang cocok buat harian aja, mana yang buat ketemu partner atau menghadiri undangan casual, dan mana yang harus full make up.

Kalau harian, simpel saja: pelembap dan sunscreen adalah hal wajib, eyeliner (karena mata saya cenderung ngantuk) dan lipstik. Sudah itu saja nggak sampai 10 menit kok. Barulah kalau ada acara, bisa tambah alis, maskara dan blush on, plus foundation dan eyeshadow.

Tiap orang punya kategori "simple"-nya masing-masing dalam berdandan. Kalau saya memasukkan poin "eyeliner" dalam make up simple harian, itu karena saya punya kekurangan di mata sipit yang selalu kelihatan ngantuk dan capek jadi perlu dikoreksi dengan eyeliner supaya lebih pop out. Sementara lipstik juga wajib karena kulit saya cenderung kuning, dan kalau tidak pakai lipstik seperti orang lagi sakit campak Jerman :') Pucet pasi kayak ngeliat saldo rekening abis gajian udah harus bayar tagihan.

Saat saya mulai ketemu banyak orang dan seiring bertambahnya umur, saya jadi memandang berdandan bukan hanya karena genit atau endel. Tapi berdandan itu bagian dari cara kita menghargai diri sendiri, dan tentunya menghargai orang yang berhadapan muka dengan kita.

Selama ini banyak orang yang masih berlebihan menanggapi soal "dandan". Padahal, kita mandi, gosok gigi, menyisir rambut, pakai parfum dan deodoran pun, itu bagian dari berdandan dalam level paling sederhana. Hal yang berlebihan juga soal berdandan adalah anggapan menyebalkan kalau perempuan yang suka berdandan itu nggak ada otaknya. Lah, emang otaknya disedot sama lipstik atau gimana tuh? Dandan sama otak nggak ada korelasinya sih menurut saya. Nggak apple-to-apple.

Saya kembalikan ke diri sendiri, kalau misalnya saya sudah rapi-rapi nih ya, berniat ketemu seseorang untuk tujuan bisnis, lalu ditemui dengan wajah kucel tidak karu-karuan, pasti saya akan meragu di awal. Manusiawi lah, sejauh apapun kita melepaskan penghakiman, tentu ada judging dalam diri kita saat pertama kali melihat seseorang 'kan? Konon, seseorang hanya butuh waktu tujuh detik pertama untuk membentuk penilaian terhadap kita.

Wayuuuh, tujuh detik cukup buat ngeliat tambang minyak di area T-zone nih huhuhuhu...

Selain itu, kita adalah representasi siap diri kita, siapa pasangan kita, siapa orang tua dan keluarga kita, bahkan kita adalah representasi perusahaan di mana kita bekerja. Jadi, bagi saya pribadi, berdandan itu menunjukkan bahwa saya siap ketemu kamu, saya bisa kamu andalkan dan nggak malu-maluin.

Kalau ngomongin soal dressed up ini, saya jadi ingat salah satu lagunya Roxette, yang judulnya "Dressed For Success." Silakan didengarkan, dan diresapi liriknya. Ini cocok banget sama pembahasan kali ini ;)



Salam manis dari gadis Mangkok Ayam

Komentar

  1. aku juga sekarang suka dandan karena senang terlihat cantik. maklum wajahku termasuk yang biasa-biasa aja. baru belajar dandan juga setelah nikah

    BalasHapus
  2. tiap orang punya simple make upnya sendiri2, tul banget mb. dulu kuliahh aja nggak pernah pake lipstik2. baru masuk dunia kerja udah beli & pakepun tipissss. kayak ga niat aja hehhe

    BalasHapus
  3. Bener banget. Versi simpel seseorang itu beda-beda. Jadi enggak perlu ngecap juga giman-gimana sama orang yang suka dandan. Karena itu pilihan!

    BalasHapus
  4. Kalo dandan, iTu sbnrnya bisa meningkatkan mood kita jg kok. Jd lbh PD, semangat juga lbh happy. Krn ada aura cantik itu mungkin :D. Lah kalo ga dandan, bawaan murung, ga mau ketemu orang, pikiran jd negatif mulu. Cobain aja deh, kalo tampil berantakan trus2an :p

    BalasHapus
  5. lam kenal mbak..yap menurutku seseorang dinilai dari penampilan juga..asal g berlebihan..aku juga suka dandan kalau keluar rumah minimal bedak lipstik,

    BalasHapus
  6. aku baru ajah kmrn baper win, gegara dpt komen beauty blogger kok kayak gini, harusnya tu enak dipandang, pinter dandan dan cantik :( aku jadi sedih dan ga pede disebut beauty blogger lagi huhuhuu

    BalasHapus
  7. aduh, statement tentang perempuan suka dandan suka dianggep ga ada otaknya... it hits a little too close to home. sering banget diunderestimate cuma karena seneng lipstik. untungnya dulu bos aku itu 11-12 sama aku, jadi sering diencourage buat lebih menonjolkan kemampuan kita karena perempuan doyan dandan kaya kita sering diremehin. sekarang, tiap nonjolin kelebihan sendiri malah sering dikatain pamer. bzzz. ya udah lah yah.

    BalasHapus
  8. Lagi-lagi aku suka tulisanmu hahaa.. ini post kedua aku mampir setelah kemarin yang barang-barang purba dan kita sama-sama suka klasik.
    Btw thanks confirm friend di FB wkwk...

    Aku sependapat semua di ulasan ini. Pengen nulis ini, dan kamu nulis duluan wkwkwkw... mana sepaham lagi... entar deh aku nulis dari sudut pandangku. Kalau aku sih lebih suka skincare, ketimbang makeup. Karena alasan utama, kulitku sensitif.

    BalasHapus
  9. He he he.... Aku slh focus ke Kata "endel". Itu istilah genit bin centil dalam boso Malang/Jawatimuran ya?��

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer