Menelisik 'Indahnya Sepi' Lewat Tangan Emas Candra Darusman


Saya pernah membaca di sebuah kolom komentar di video lagu lawas yang diunggah seseorang di Youtube. Kurang lebih komentar itu mengatakan bahwa banyak orang yang menganggap lagu zaman dulu itu terasa enak di telinga karena faktor efek nostalgianya.

Buat saya, komentar itu 10 persen ada benarnya. Tapi 90 persen, secara personal saya berpendapat kalau musik yang bagus, ya bagus saja. Mau lagu lawas, lagu baru. Baru pertama kali mendengarkan, atau sudah lama pernah dengar kemudian selintas muncul lagi. Namanya kualitas itu tidak akan lekang dimakan zaman, tak peduli dibawa nostalgia atau pun tidak.

Pemikiran itu seolah teramini saat memutar album "Indahnya Sepi" karya The Piano Man, Candra Darusman. Album tahun 1981 ini tiba-tiba menarik perhatian kala playlist Youtube saya berpindah secara autoplay dari lagu-lagu LCLR Prambors, ke lagu "Kau" milik Candra Darusman. Mengalir lah kedua belas lagu dari album tersebut.

Harus diakui, beberapa lagu yang di-compose oleh Candra Darusman ini bukanlah lagu yang asing di telinga. Misalnya "Kau" yang awalnya saya tahu justru karena dinyanyikan ulang oleh band Bunglon tahun 2000-an awal (ya ampun, band ini ke mana ya sekarang?), kemudian "Indahnya Sepi" yang dinyanyikan bersama Linda Marlina. Tapi seperti 'nasib-nasib' lagu lainnya dalam sebuah album, ada lagu-lagu yang tak begitu jadi perhatian tapi selayaknya emas dalam lumpur.


1. Kau

Bagi saya, tidak salah kalau lagu ini jadi lagu yang ditempatkan di awal. Karena untuk pendengar awam seperti saya, lagu Kau ini ibaratnya serendipity. Menemukan hal yang indah tanpa berniat mencarinya. Dan memang lagu ini jadi perkenalan yang membua saya akhirnya menggali lagi dan makin penasaran dengan lagu-lagu setelahnya.

"Oh mengapa terjadi // Pertemuan dengan seseorang yang mempesonaku // Di kala diri ini // Telah terpadu janji ... "

2. Indahnya Sepi

Track kedua, sekaligus jadi tajuk album ini. Mendengarkan musiknya yang cukup atraktif kaya akan embellishment, sebetulnya kontras dengan isi liriknya. Mungkin lagu ini ditulis dan di-compose untuk menghibur sendiri ketimbang merutuki nasib kenapa nggak kunjung ketemu jodoh? Saya suka optimisme dalam lagu ini!

"Sepiku .. Indahnya sepi // Bilakah tiba masanya // Diri ini pasti bersanding ..."

3. Balada Seorang Dara

Intro pembukanya terkesan nuansa broadway sekali. Saya jadi teringat lagu Bimbi, tapi ini versi lebih mewah. Mungkin ini satu lagi lagu yang liriknya sendu, tapi dikemas dengan musik yang lincah.

"Jiwanya kini tetap suci // Mengapa tiada henti // Kemelut harinya ..."

4. Panggilan Jiwa

Lagu ini ditulis oleh Ikang Fawzi, hampir 30 tahun yang lalu. Tapi sangat related dengan kondisi kehidupan saat ini. Ketika saya baca lima-enam kali liriknya, saya baru ngeh kalau sebetulnya pesan di lagu ini cukup nasionalis. Tapi balutannya musik semi disko, semi jazz. Sekilas saya seperti mendengarkan komposisi seorang Bobby Caldwell di lagu ini.

"Rentangkan ulurkan tangamu sedini mungkin // Menyibak segenap perbedaan yang tercermin dalam kehidupan ..."

5. Lagu Cinta Marlina

Rasanya mixed feeling saat mendengarkan nomor kelima di album ini. Lagu yang diawali dengan sangat minimalis, hanya dengan permainan piano saja. Tapi sungguh, perasaan sentimentil menguar saat mendengarkan nomor ini. Apalagi diputar di sore hari yang gloomy, dengan lampu warm white yang temaram. Selamat!

6. Ini Atau Itu

Ada dua lagu yang memunculkan 'snap-moment' buat saya. Keduanya belum pernah sama sekali saya dengar sebelum memegang album ini. Yang pertama adalah "Ini atau Itu". Seketika menarik perhatian sejak 20 detik awal intronya. Lagu ini instrumental, tapi dinamika-nya itu seperti punya 'lirik' untuk menyampaikan pesan. Mungkin terdengar sederhana ya, bagi saya 20 detik intro yang galaxy-thing itu cukup futuristik di masanya. Tapi ke-galaxy-thingy-an ini tetap bisa mesra dengan keseluruhan lagu. Di zaman itu, bahkan Candra Darusman sudah memikirkan paduan komposisi seperti ini. Sakti juga ya.

7. Galau

'Snap-moment' kedua di album ini adalah track 'Galau'. Kalau term galau dianggap baru populer untuk kisah percintaan muda-mudi generasi milenial, nyatanya Candra Darusman sudah puluhan langkah lebih maju menggunakan kata ini sebagai judul lagu dan pemaknaan yang lebih dalam.

"Saat tiba kini, kala resah melanda
Siksa pun mendera, umat manusia ...
Ingatlah manusia, akan pencipta-Mu
Mohonkan ampunan, serta kebahagiaan bagi manusia ..."

Lirik ini puitis, tapi tidak berlebihan dan tidak terlalu berbunga-bunga. Tapi jadi menggugah saat dibungkus dengan melodi yang dramatis dari string sectionnya. Mengemas tema religi dan kehidupan secara umum tanpa merujuk ke satu agama, lebih universal dan bisa dinikmati sebagai musik pop. Entah itulah hebatnya perkawinan antara komposisi lirik lagu yang diciptakan musisi-musisi Indonesia era 70-80an. Pilihan diksinya khas. Sebagai perbandingan, coba intip lirik lagu "Apatis" karya Benny Soebardja atau "Sepercik Air" karya Dedy Stanzah deh.

8. Di Batas Waktu

Vibe 80-an terasa sekali di nomor kedelapan ini. Yang mencuri pendengaran tentu di menit ke 02:06 sampai dengan 03:29. Ya, intronya sepanjang itu, sekompleks itu dan ... seasyik itu. Nuansanya yang berganti-ganti itu seperti menggelitik, "Hmm, bentar lagi kayak gimana ya?"

Saya cuma mau 'protes' kecil terhadap pemakaian kata "merubah" di bait terakhir. "Mengubah," bukan "merubah" :)) 

9. Rindu Manis

Kalem, tenang, mengalun ... Liriknya pun sederhana dan pendek. Bossanova yang dihadirkan, cocok didengarkan sambil minum wine, mungkin? Mengakomodir atmosfer late night moods sekali.

10. Rahasia Diri

Inilah sebuah lagu yang kurang bisa merasuk di hati melodinya (bukan berarti jelek), tapi saya suka dengan liriknya. Hahaha ... Memang aneh sekali kok saya ini kalau menginterpretasi musik. Saya menduga, jangan-jangan liriknya ditulis oleh seorang Aquarius? Ehem *sebuah self-proclaimed

"Jangan paksa membuka // Rahasia di diri // Biarkanlah semua itu // Tak terungkap sampai akhir hayatku .."

11. Kwartet sunyi (kepergian)

Terkadang saya sungguh ingin tahu, apa yang melatarbelakangi sebuah proses penciptaan sebuah lagu instrumental seperti track kesebelas ini. Karena kata-kata, secara lisan maupun tulisan bisa menyampaikan makna secara gamblang. Tapi saat sebuah paduan melodi terangkai menjadi nada-nada instrumental kemudian memunculkan perasaan yang menyayat .. Itu benar-benar misterius menurut saya.

Lagu ini dalam interpretasi saya, seperti menceritakan seorang yang merasa terpuruk karena ditinggalkan. Kemudian ia merasa 'bergairah' untuk membuktikan bahwa, "I'm okay, absolutely okay with that!", menenggelamkan diri dalam pesta bermabuk-mabukan, kemudian saat ruangan kosong ia menyadari bahwa .. sebetulnya ia tetap merasa hampa dan akhirnya meratapi nasib.

Sialan, kenapa nulis satu paragraf di atas ini saya yang jadi mellow sendiri? Hahahaha !

12. Minnie

Nomor pamungkas yang bagi saya adalah reprise dari album ini. Ibarat pertunjukan, lagu ini diputar saat tirai ditutup di akhir pertunjukan.

Tiga puluh tujuh tahun berlalu semenjak album ini muncul. Nama Candra Darusman masih menjadi jaminan lagu-lagu yang berkelas, setidaknya bagi referensi saya pribadi. Angkat topi untuk DeMajors yang mereproduksi karya emas ini. Sudah seharusnya musik-musik bagus seperti ini dipertahankan keberadaannya dan diperdengarkan dari generasi ke generasi.

Ps: Saya menunggu reproduksi album "Kekagumanku" ya ;)

Terimakasih Mas Sammack yang sudah membawakan mesin waktu yang melenakan ini kepadaku :D




"Indahnya Sepi"
Musisi: Candra Darusman
Tahun rilis: 1981
Label: Irama Tara/OPUS IX (1980), DeMajors (2018)


Komentar

Postingan Populer