Reconsidering The Value of Possession

Image taken from Pexels.com
Kemarin saya menonton sebuah video yang menurut saya bagus banget. Video yang dibuat oleh Raditya Dika berjudul "Makan Siang CEO vs Karyawan." Ini videonya, tonton deh.




Buat yang malas nonton, saya ceritain sekilas deh. Jadi di video ini, tim Raditya Dika mengikuti seorang CEO startup dan seorang karyawan co-working space di Jakarta saat makan siang. Buat orang-orang yang biasa ngerjain video creative, sebetulnya akhir video ini sih sangat bisa ditebak. Sang CEO, yang mana jabatannya secara umum lebih tinggi ketimbang karyawan, ternyata makan siangnya jauh lebih sederhana, di tempat yang juga sederhana. Kecintaan kita semua, tentu saja warteg! Hahaha ... Sang CEO makan siangnya cukup dengan sepiring nasi dengan sayur bayam dan lauk kerang dibayar dengan selembar uang sepuluh ribu saja. Sementara sang karyawan, makan siangnya habis Rp 600ribuan, sekali makan untuk dua orang.

Seperti biasa, dari kolom komentar kita bisa menemukan 'kenyataan dalam dunia fantasi' seperti lagunya Kakotz KOIL. Saya baca ada berapa kritik terhadap pemilihan talent yang menurut beberapa penonton itu nggak apple-to-apple. Ada yang berpendapat harusnya membandingan antara CEO dan karyawan dari perusahaan yang sama, CEO perempuan vs CEO laki-laki atau CEO yang jenis kelaminnya sama, supaya lebih setara lah 'variabel'nya. Ada juga yang komen kalau latar belakang hidupnya aja sudah kelihatan beda, karena sang karyawan dengan status karyawannya aja sudah bawa mobil. Bahkan ada yang menduga kalau sang karyawan bisa makan siang sampai segitu borosnya karena dia 'old money'. Oo .. oo ...

Terlepas dari perbandingan-perbandingan itu, saya malah lebih tertarik dengan statement-statement yang dilontarkan oleh sang CEO yang bernama Adhika Dwi Pramudita.

"Jangan sampai uang itu mengubah kita."

"Uang itu amunisi. Mau kita pakai atau nggak, terserah kita. Tapi bukan berarti kita harus maksain untuk kelihatan lebih kaya."

"Yang penting kaya beneran, bukan terlihat kaya."


Saya jadi ingat waktu itu salah satu kelas financial education, diceritain tentang sosok Lo Kheng Hong. Saya juga baru tahu nama Lo Kheng Hong dari acara ini, karena jarang banget lah sosok ini disorot media. Padahal kisahnya luar biasa lho. Beliau adalah seorang investor saham yang kekayaan aset sahamnya sampai triliunnya. Lo Kheng Hong bukan berasal dari keluarga old money lho. Dulu, rumahnya hanya selebar empat meter dan membiayai sekolahnya sendiri karena orangtuanya nggak mampu. Tapi Lo Kheng Hong benar-benar mengamalkan yang namanya, "Gak apa-apa gak keliatan kaya, yang penting kaya beneran." Setiap punya uang, beliau nggak beli-beli pakaian atau nenteng-nenteng tas belanja dengan gegabah. Tapi diinvestasikan ke saham dan akhirnya sekarang Lo Kheng Hong menikmati hasilnya setelah saham-saham yang ia miliki sejak muda itu meningkat jadi 150.000%. Baca deh cerita hidupnya, menarik.
Ada lagi cerita yang menurut saya cukup 'wow', baru-baru ini saya membacanya. Ternyata Warren Buffet itu masih pakai HP lama Samsung flip phone dan enggan menggantinya dengan iPhone terbaru. Bahkan, katanya, Tim Cook (CEO Apple) tiap Natal kirimin Buffet kartu Natal yang isinya mengingatkan saatnya Buffet ganti HP. Tapi Buffet sih tetap mempertahankan HP murah nan jadulnya itu karena prinsipnya "Nggak akan ganti barang sampai 20-25 tahun." Ya maksudnya sih bukan secara harafiah nunggu 25 tahun dulu baru ganti, tapi kalau barangnya masih bisa dipakai dengan baik, Buffet bakal menggunakannya sampai maksimal. Nggak cuma Buffet sih, banyak kok miliader yang ternyata nggak segan hidup sederhana, dengan barang yang biasa saja. Soalnya "money can't buy you a class" 'kan? Mau kelihatan tampilannya nggak glamour, nggak blink-blink, kalau kaya ya kaya aja sih :))

Manusiawi banget kalau nggak ada manusia yang mau dilihat apalagi dianggap inferior. Merasa nggak aman karena nggak punya uang, bukan karena khawatir besok bisa makan apa nggak. Melainkan karena takut dibilang nggak mampu, miskin, dan lain-lain ... Ada yang juga menganggap dengan punya banyak uang (yang bisa dipamerkan), masalah dan eksistensi bisa kelar. Padahal coba ditanyakan deh ke orang terkaya di dunia, namanya masalah itu ya pasti akan tetap ada. Orang yang hartanya melimpah kelihatannya happy-happy aja? Ya itu sawang-sinawang. Ada yang hidup cukup dan sederhana, tapi tenang hatinya kok.


Saya pernah baca sebuah artikel psikologi, lupa tapi judul dan sumbernya dari mana. Yang saya ingat ada satu paragraf yang menurut saya cukup membuat kita reconsidering terhadap nilai barang dan uang, yang juga mempengaruhi cara kita bersikap dan bertindak. Kurang lebih paragraf itu bicara tentang 'Orang yang di masa lalunya punya luka batin yang sangat dalam terhadap lingkungan, di masa sekarang atau masa depan dia punya kesempatan sedikit menonjol, dia bakal membalaskan dendamnya'. Mungkin di sekitar kita pernah ada orang-orang yang seperti itu ya. Berusaha meminta afirmasi 'aku cantik 'kan?', bisa jadi di masa lalunya menyimpan luka batin dihina soal fisik. Memamerkan kepemilikan harta di social media, kita mungkin kesal tapi maklumi saja mungkin dulunya pernah ada rasa sakit hati dihina dalam hal material.

Secara psikologis manusia punya tingkatan kebutuhan. Maslow sudah sangat jelas 'lah membahas ini hahaha.. Pas kuliah Dasar Psikologi dulu saya masih ingat dosen saya bilang dengan 'kejam'nya bahwa orang-orang yang masih melihat harta sebagai hal utama yang harus dipuaskan demi meningkatkan harga diri itu sebetulnya masih berada di hirarkhi tingkatan terbawah :')

Mungkin akhir-akhir ini saya lagi kebanyakan waktu buat mikir aneh sih ya, sampai tulisan seperti ini bisa cukup panjang. Berbahagialah kita yang tahu bagaimana memperlakukan harta dalam hidup kita, jadi bukan kita sebagai manusia yang dikendalikan oleh harta. Sesekali mau belanja online, ya nggak apa-apa, boleh banget. Reconsidering itu bukan berarti juga terlalu pelit dan irit, tapi lebih ke bisa menakar dan menempatkan diri lah.
Setiap ngomongin topik seperti ini, saya selalu ingat sama lagunya Meja ini deh. Lain kali kalau ada yang bilang, "Miskin kamu, duh duit segitu aja masak nggak punya," jawab aja lah pakai reffrain lagu ini:


Yang nggak bisa dibeli uang dan dimiliki oleh harta adalah hidup yang utuh dan penuh. Jadi nggak perlu takut hidup sederhana, atau dikata seperti orang yang nggak punya :)

Komentar

  1. Ya iya emang sih agak2 nggak apple to apple ya. Tapi yang dibilangin sama Pak Andhika itu emang bener banget. "Yang penting kaya beneran, bukan terlihat kaya."

    Ini juga salah satu yang diajarin suamiku ke aku pribadi. Waktu baru2 nikah, kepengen banget ya kan pake baju couple-an gitu apalagi pas momen lebaran. Tapi suamiku selalu nggak mau. Sampai sekarang udah punya anak pun, tetep nggak mau.

    Dia bilang, "Nggak perlu lah nampilin kalau kita kaya, nggak enak diliat orang-orang. Pake baju biasa aja juga cukup."

    Well, sampai sekarang aku nggak pernah beli baju khusus lebaran untuk anak2. Kalau memang lagi butuh, ya beli aja, nggak nunggu waktu Lebaran. Dan sampai sekarang pun tetep nggak punya baju sarimbit meski akunya kepengen banget.

    Sorry ya kalau agak beda sama bahasan di atas, tapi aku ambil intinya. Ku jadi belajar tampil sederhana meski sebenernya bisa untuk yang lebih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang memang sudah banget mbak membedakan kebutuhan vs keinginan. Makasih Mbak Isti sudah berkunjung yaaa :*

      Hapus
  2. aku setuju banget sama tulisan ini!

    BalasHapus
  3. Tulisan yang bagus mbak. Mengingatkan bila hidup itu tidak melulu tentang uang, kan? meskipun tanpa uang juga susah hidup. Yah, yang penting tahu aja bedanya hidup sederhana tapi aslinya kaya dan orang kaya yang 'memiskinkan' diri. Saya pernah tahu banyak orang yang sawahnya berhektar-hektar, rumah segede gedung, tapi giliran anak sekolah perginya ke kelurahan minta surat keterengan tidak mampu biar dapat beasiswa. Nice blog, btw.

    BalasHapus
  4. worrrdsssss!!!! Super banget ih kak winda, tapi bener banget sih kak, gausa sosoan punya uang kalo emang gaada, yang penting tau prioritas uangnya kemana aja 😊 Love your post!

    XOXO, Cilla
    www.mkartikandini.com

    BalasHapus
  5. Aku totally agree sama tulisanmu mbak, singkat namun nendang. Youtube terbaru dari Raditya belum nonton padahal udah wara-wiri di home Youtube aku wkwkkww ntar nonton dah.

    Aku tertarik banget sama kalimat psikolog itu loh : 'Orang yang di masa lalunya punya luka batin yang sangat dalam terhadap lingkungan, di masa sekarang atau masa depan dia punya kesempatan sedikit menonjol, dia bakal membalaskan dendamnya'.

    Ini betul banget karena aku lihat sendiri bagaimana orang-orang di sekitar aku melakukannya. Tbh, kadang aku jengah melihatnya tapi klo lagi adem ni pikiran aku sadar, mereka lakuin itu ada tujuan dan salah satunya karena pengin 'balas dendam' itu. Dan akhirnya, aku jadi sak karepmu dewe aja :D

    Btw, jadi kangen pengin dengar lagu Meja ini hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer