Karena Prinsip 'Sparks Joy' Itu Ternyata Benar Adanya


Beberapa waktu yang lalu, di Twitter lagi panas banget pembahasan tentang Marie Kondo. Buat yang belum tahu, Marie Kondo ini bukan artis atau penyanyi Jepang, apalagi pemain JAV seperti yang pernah disangka teman laki-laki saya :))

Marie Kondo adalah seorang perempuan dari Jepang yang menggagas KonMari Method yaitu sistem sortir dan pengaturan barang secara mindful. Dengan KonMari Method, kita bisa hidup lebih lega tanpa kepemilikan banyak barang yang tertimbun sia-sia.

Pada kenyataannya memang sih kita sering memiliki barang karena pembelian impulsif. Pas lagi jalan ke mall, "Ih lucu", lalu pulangnya bawa tentengan deh. Lagi nganggur, scrolling online shop, kemudian taunya kok sudah check out dan transfer!

Hal-hal seperti itu memang memunculkan dorongan sesaat. Pas melihat barang yang bagus, kepengen beli dengan asumsi di kepala, "Kalau aku punya barang ini, pasti happy!" Padahal yang sering terjadi adalah setelah barang itu dimiliki, tergeletak begitu saja. Bahkan dalam beberapa hari setelah pembelian, kita lupa kalau punya barang itu. Hayo ... siapa di sini masih punya barang-barang yang bahkan price tag-nya belum dicabut? Heheheh *ngacung malu-malu *aku yang dulu

Terlepas dari kontroversial dan pro-kontranya Kondo dengan KonMari-nya beberapa saat lalu di media sosial, saya baca tuh bukunya Kondo yang The Life Changing Magic of Tidying Up dan sepakat sama beberapa hal di dalamnya. Salah satunya adalah tentang sparks joy.

Sejak baca buku itu, saya jadi suka sortir barang di kamar dan jadi ratunya 'buang-buang barang' di rumah yang ternyata nggak bikin saya happy. Terutama untuk hal, ehem, pakaian. Namanya perempuan memang godaan besarnya itu lihat barang fashion seperti pakaian 'kan?

Saya sih nggak sampai tahapan ekstrim-nya Kondo yang mengucapkan terima kasih pada setiap barang yang pernah saya miliki sebelum memutuskan memasukkannya ke kardus sortiran. Saya pun belum bisa menata pakaian seperti cara Kondo yang dilipat dan ditata berdiri. Lemari hamba kalau dibegitukan isinya bisa ambrol semua macam gempa bumi. Tapi langkah awal soal sortir-menyortir ini sudah saya lakukan. Cara paling sederhananya sudah pernah saya tuliskan di postingan Decluttering: Menyingkirkan Barang-Barang Tak Terpakai, Membebaskan Ruang Dalam Pikiran.

Menyingkirkan barang yang nggak bikin happy lagi

Setelah membaca bukunya Kondo, saya menyadari kalau bukan sortir barang fashion bukan hanya masalah layak dan tidaknya, masih muat atau tidak ... Lebih dari itu. Ya itu tadi, "Barang ini masih bikin aku happy nggak?"

Karena ternyata kategori barang yang sudah nggak bikin happy itu lebih banyak. Contohnya: baju yang masih bagus, masih muat, tapi tiap pakai baju itu saya berasa seperti ibu-ibu di kampung saya mau berangkat arisan PKK. Saya nggak pernah pakai karena nggak fit-in sama gaya saya. Jadilah hanya dipakai sekali saja. Yang seperti ini langsung masuk ke kardus deh buat diberikan ke orang lain atau nantinya dijual lagi di garage sale.

Pikir ulang saat mau beli barang

Gara-gara prinsip "sparks joy" ini pula, saya jadi menanamkan di pikiran bahwa saya nggak mau menjejali kamar dan lemari saya dengan barang-barang yang nggak saya sukai. Ini PR seumur hidup sih ya, karena kita akan cenderung bawa barang-barang random dari luar ke rumah kita.

Balik lagi ke hal "sparks joy" itu tadi. Untuk pakaian, saya jadi berpikir mendalam terhadap baju yang mau saya beli. Nggak lagi hanya perkara ngetrend. Tapi juga jadi dipikirkan: Bahannya enak nggak buat dipakai sehari-hari? Bikin gatal nggak? Kalau dipakai apakah cocok sama pembawaan kita?

Makanya saya lebih suka membeli kaos atau T-shirt karena sehari-hari saya memang nggak ada kewajiban harus memakai pakaian formal. Spesifiknya, kaos yang sesuai kepribadian saya. Bisa di-custom dengan design dan sablon kaos di Porinto. Jadi kaos yang kita miliki itu nggak bakal kembar dengan orang lain, gambar atau pun typography-nya menunjukkan statement diri kita banget.

Biasanya dengan baju-baju yang seperti ini, kita akan lebih sayang dan lebih suka memakainya. Bahkan setelah saya hitung-hitung lagi, kaos custom yang saya miliki itu jumlahnya 6 buah dan rata-rata dipakai rutin sampai buluk. Saking seringnya cuci-kering-setrika-pakai, saya bahkan lupa kapan baju itu mengalami siklus pencucian soalnya milih baju jadi terasa begitu auto-pilot 😂😂😂

Memang kalau cuma nurutin kepengenan, rasanya hidup ini nggak bakal cukup ya. Pengennya sih beli kaos, sekali pakai, buang, besoknya punya yang baru lagi. Lha tapi apa iya kita bisa hidup seperti itu? Orang sekaya Zedd aja pasti akan mikir-mikir 💆

Kalau kamu sendiri, gimana kamu menerapkan prinsip "sparks joy" terhadap barang-barang yang kamu miliki?

Komentar

  1. Saya juga berusaha untuk beli barang seperlunya. Bukan hanya untuk membuat hidup lebih sederhana, tapi juga karena sumber daya bumi terbatas dan sampah di bumi sudah banyak. Tapi kadang repot ya, kalau kaitannya dengan baju atau perlengkapan untuk kantor. Soalnya nggak bisa buluk sedikit, secara rutin tetap beli yang baru.

    BalasHapus
  2. Aku baca komiknya (males baca yang tulisan doang hehehe) sama nonton serialnya di Netflix. Banyak kebantu sih terutama soal cara ngelipet yang efektif plus bikin kita lihat semua barang kita. Jadi gak ada yang numpuk atau ketimbun. Pr ku sekarang buangin pakaian yang masih numpuk hehehe.

    BalasHapus
  3. Aku juga sekarang kalau beli baju karena emang butuh banget misal ada event tertentu yang pake dreesscode yang belun kita punya, mau ga mmau beli deh hehe

    BalasHapus
  4. Aku udah lama nggak beli baju. Bisa dihitung dgn jariiii.. jilbab jg gtu mba.tapiiii ibu mertua suka ngasih bajuu �� alhasil lemari penuh lagi.
    Iya aku nerapinnya 1in 1 out. Blm pernah baca bukunyaa

    BalasHapus
  5. iya bener.. sering kualami, terutama pada busana2 yg akhirnya jadi mubazir :(
    nice charing

    BalasHapus
  6. BRB bongkar lemari nih~ udah berasa sesek banget lemarinya padahal yang dipake itu lagi itu lagi...

    BalasHapus
  7. Berkat metode konmari aku berhasil memilih baju yang menebarkan kebahagiaan dan bebas dari pusing karena lemari penuh hihihi

    BalasHapus
  8. mamaku sama ibuk mertua nih mbak, yang kadang masih suka melongo kalo ngeliat aku melakukan rutinitas "buang-buang" hahaha. Sekalinya buang-bunag bisa dua tiga box, karena emang di Islam kalau barang gak kepake itu sifatnya mubazir disimpan terus2an *cmiiw* jadi yaaaa drpd disimpan trus buluken mending dihibahkan yak.

    Rumah juga jadi lowong, duuuh bahagia deh liatnya hehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer