Gara-gara Gigi: Cerita Operasi Gigi (Odontektomi) - Part 2



Setelah cerita observasi gigi dan ngebuang saraf gigi yang udah mati itu, saya visit lagi ke Gina buat cabut gigi kiri bawah yang terdampak gigi geraham yang impaksi. Seumur-umur, saya nggak pernah namanya itu tindakan medis. Tapi saya selalu merasa kalau semua bisa diatasi, rasa sakit pun harusnya bisa dilawan. Yodah, berangkat sendiri ke kliniknya Gina jalan kaki karena dekat rumah.

"Lho, Sis, kamu sama sapa ke sini?"
"Lho, yo sendiri tah."
"Heh, cabut gigi gak boleh datang sendiri. Nguawur kon iki. Dibius lho kamu iki."

Ahahaha .. Ternyata harus ditemani. Lha ya tapi saya juga mikirnya bius lokal aja lho. Singkat cerita, malam itu rencananya mau eksekusi cabut gigi. Disiapkan dulu bius lokal, entah apa yang dioleskan, pokoknya rasanya macam permen Sugus Strawberry, tapi bikin gusi kebas.

Satu-dua ampul injeksi disuntikkan, kemudian gigi mulai dioprek. Pas mau dicabut, kok nyeri yah. Saya angkat tangan, "Gin, sumpah sakit iki!". "Tak tambahi bius e yo, Wind," kata Gina. Bius pun disuntikkan lagi. "Heeeh, sik sakit nemen iki!" Saya langsung adem-panas. Soalnya saya baca-baca di blog orang-orang, katanya kalau sudah dibius lokal itu rasa sakitnya berkurang. Tapi saya kok tetap ngerasa sakit. "Gini wis, gigimu tak pecah sik yo. Harus e lek dipecah sik ini lebih gampang nyabut e. Iki metode cabut gigi arek cilik hahahaha," kata Gina.

Sayangnya, meski sudah ditambah biusnya dan gigi dipecah, tetap kerasa banget ngilunya. Karena nggak tega lihat saya kesakitan, Gina akhirnya menghentikan prosedur cabut gigi. Takutnya saya trauma ... dan memang iya! 😅 Akhirnya saya pulang deh, dengan kegalauan luar biasa karena gagal cabut gigi dan itu si gigi memang harus dienyahkan. Sementara saya sudah kepalang takut banget deh pokoknya. Gimana ya, orang yang awalnya berani dan PD kemudian dihadapkan sama situasi kegagalan itu ... Wooo, memang kamu makhluk determinasi rendah tak pernah gagal sih, Wind! Hahaha ..

Akhirnya setelah kejadian itu, saya nggak pernah lagi nyinggung-nyinggung si gigi yang gagal cabut alias gak balik buat perawatan, apalagi buat nyabut. Walau beberapa kali visit ke Gina, saya palingan minta ditambalin gigi berlubang yang lain. Pokoknya si gigi yang onoh nggak pernah saya bahas deh, udah terlanjur benci pake 'k' alias 'benciiiiik'.

Desember 2018: Nyut-nyutan, Ketemuan sama Si Gigi Bermasalah yang Lain

Selama setahun setelah gagal cabut itu, ternyata si gigi kiri bawah malah nggak pernah kumat. Entah kenapa, dia tenang-tenang aja, mungkin tahu saya udah benci banget sama dia hahaha.

Di suatu hari yang indah jelang Natal, kok saya merasa ada yang aneh sama gigi kanan bawah ya. Kayak gatal yang nggak bisa dijelaskan, apalagi digaruk. Dan bener aja, siangnya ... jreeeeeng! Doi mulai nyut-nyut-nyut. Waduuh! Nak, kamu sungguh hadir di saat yang nggak tepat karena mau libur Natal mana ada dokter yang praktek! Gina waktu itu lagi liburan ke luar negeri juga.

Akhirnya, setelah hampir seharian saya tersiksa gigi nyut-nyutan yang bikin badan demam pun, saya nemu dokter yang praktek setelah dikasih petunjuk sama Mas Eko, teman ex-kantor saya. Namanya Dokter Ketut. Wis, tanpa basa-basi, saya langsung meluncur di tengah hujan ke prakteknya Dokter Ketut sambil bawa foto rontgen gigi yang lama.

Ternyata, benar juga, penyebab nyut-nyutan yang kali ini karena si gigi geraham bungsu kanan bawah itu lagi numbuh. Intinya, saran dari Dokter Ketut, saya harus buruan cabut itu gigi biar nggak jadi penyakit. Soalnya kalau gigi impaksi yang nyundul, bikin sebelah-sebelahnya jadi berlubang. Dan gigi berlubang itu sumber masuknya macam-macam penyakit. Dari gigi berlubang aja bisa jadi penyakit jantung bahkan bisa bikin keguguran. Ngeri ah.

Setelah dikasih obat darurat untuk 4 hari, saya langsung bikin appointment sama Gina buat kunjungan ke dia. Mantap-mantapin hati. "Gin, pokok'e aku kudu cabut, mboh iki yokpo carane yo. Bisa gak ini operasi bius total ae, Gin? Aku wis trauma soale."

"Sik tak cek-e foto rontgenmu. Bawaen ya!"

Waktu itu analisis gigi yang harus dicabut dilakukan sambil makan siang di Pangsit Mie Pak Meh PBI dengan tingkat kekhusyukan tinggi sambil makan pangsit mie yang rasanya mendadak jadi 'meh' banget menghadapi fakta bahwasanya saya harus cabut lebih dari 2 gigi.

"Yakpa wis enak'e? Sekalian diberesin ta, ambe sing tinggal akar-akar itu?"
"Iya wis. Sekali jalan beres yo."
"Yawis lek gitu besok kita janjian di klinikku ya, tak buatin surat rujukan ke Dr. Robinson. Ini sing nyabut harus spesialis bedah mulut, gak boleh dokter gigi biasa soal e hubungan e ambe saraf gigi. Iso bahaya lek salah cabut."
"Oke deh!"

Januari 2019: Kunjungan ke Dr. Robinson




Sebetulnya ada beberapa pilihan spesialis bedah mulut yang disarankan Gina, tapi akhirnya saya milih Dr. Robinson karena sudah banyak sih yang bedahnya ke Dr. Robinson.

Dr. Robinson ini prakteknya di RSSA dan Lavalette (yang saya tahu). Karena saya adalah penganut RS swasta, jadi saya milih yang di Lavalette. Dengan prosedur ngantri yang lumayan, setelah 2 minggu daftar, saya baru bisa ketemu sama Dr. Robinson.

"Dok, saya tuh pernah trauma nggak bisa dicabut yang gigi kiri bawah. Bisa nggak kalau operasinya bius total, sekalian diberesin aja yang lainnya."
"Lho, berani bius total, Mbak? Ya gapapa kalau berani. Tapi kalau BPJS, bisanya di RSSA lho, antrinya lama. Kalau di Lavalette, pakai biaya sendiri, bisa eksekusi dalam waktu dekat."

Wah, galau dong aku! Setelah hitung-hitungan, kalau operasi pakai biaya sendiri, cabut giginya aja kurang lebih Rp 6-7 juta, belum kamar dan obat-obatan plus pasca operasi 'kan harus bikin gigi atau behel. Yah, kalau ditotal-total sekitar Rp 12 juta lah persiapannya. Berhubung waktu itu sudah ada ancang-ancang mau resign, sayang duitnya hehehe .. Ya sudah dinekatkan saja, menghadapi birokrasi yang panjang dan belibet di RSSA.

Maret 2019: BPJS Bermasalah

Long short story,
saya akhirnya sudah masukin berkas di RSSA buat daftar operasi. Dijadwalkan akan operasi bulan Maret-April 2018, tergantung dapat tanggal berapa.

Masalahnya, bulan Maret 2019 itu saya resign dan saya mengurus ganti status dari BPJS perusahaan ke BPJS Mandiri. Awalnya sih baik-baik saja. Tapi pas mau bayar untuk bulan April, kok nggak bisa ya? Pas saya urus ke kantor BPJS di Jalan Bengawan Solo itu, kok ndilalah katanya nomor saya salah. Nomor keanggotaan BPJS yang sudah saya miliki lebih dari 5 tahun itu, terdaftar atas nama orang lain, dan beliaunya sudah meninggal.

Tentu saja, seorang Winda Carmelita dihadapkan pada situasi begini, langsung jiwa diplomatis dan bengisnya keluar. Lha gimana ya, saya 'kan sudah daftar buat operasi gitu lho, nunggunya sudah 3 bulan. Masak harus ngulang dari nol.

Akhirnya saya telepon pihak Poli Gigi RSSA yang namanya Bu Santi. Saya jelasin duduk perkaranya. Mungkin Bu Santi kasihan ya sama saya kok kasusnya nggak jelas gitu, saya dikasih privilege untuk antriannya diselipkan aja. Daripada dianggap pemberkasan baru, disuruh nunggu 3 bulan lagi. Keburu ciut nyali operasinya. Ya sudah akhirnya saya daftar pemberkasan ulang dengan nomor BPJS baru dan buru-buru serahin berkas itu ke Bu Santi.

Setelah beberapa kali visitasi buat cari jadwal, akhirnya diputuskan ... operasi akan dilakukan tanggal 26 April 2019.

Lanjut ke part 3

Komentar

Postingan Populer