overthinker


Sore hari yang hujan, dua cangkir kopi — yang satu latte, yang satu espresso, semangkuk onion rings, atmosfer cafe yang hangat dengan lagu-lagu jazz lawas dan dentingan cangkir beradu dengan sendok.


Hari ini, mereka bicara banyak. Sebetulnya dari dulu mereka selalu bicara banyak. 24 jam seakan tidak cukup mengakomodir taburan pikiran mereka. Bertahun yang lalu mereka tidak bisa terhenti karena The Beatles, The Carpenters, Kenny Rogers, Rod Steward. Di awal usia 20 ini mereka tak bisa berhenti tentang mimpi, tentang pasangan hidup yang tepat, tentang masa kecil, tentang kenyamanan, tentang bagaimana mereka melewati fase ini dan rencana untuk fase mendatang, tentang kehidupan, tentang pentingnya selalu dekat dengan Tuhan.


Pembicaraan semakin berevolusi dari tahun ke tahun. Mereka punya dunia sendiri, pemikiran sendiri, suka bekerja di luar ruangan, terdampar di jurusan yang ini-begitu-benar-tapi-ini-juga-begitu-berat (mengutip lirik lagu Mahadewi).


"Hidup itu memang bener harus let it flow, tapi harus kaya orang main rafting, Wind. Meskipun kita ngikuti arus sungai tapi kita mesti dayung juga, mesti siap-siap kalo jatuh harus gimana. Masak kalo jatuh terus kebentur batu, pasrah aja?”


“Kalo punya pasangan itu nggak Cuma perkara tinggal dibawa aja ke gereja, gampang. Tapi yang kudu dibawa ke gereja juga sekeluarganya, keluarga kita juga. Itu perlu dipikirin masak-masak loh.”


Usia dua puluhan adalah tentang making a decision.


2 orang sahabat. 14 tahun bersama. 3 tahun terakhir terpisah. 2 kali setahun bertemu. Mereka menyebut dirinya : overthinker.


                              



 aku bukan lagi satuan ataupun belasan, sekarang menjadi puluhan adalah masalah konsiderasi pilihan hidup dan menentukan sikap. 


(Anti Sosial - Winda Carmelita)


Komentar

Postingan Populer