Sekolah Gratis Itu Bernama Kehidupan dan Pengalaman (part 1)


Jean-Paul Sarte pernah berkata : "Hidup yang teruji, tak layak dijalani". Hal ini benar-benar terjadi pada saya. Tanpa bermaksud mengeluh dan menjual cerita sedih, kali ini roda kehidupan menggelindingkan hidup pada beberapa ujian sekaligus.

Mau tak mau, saya memutar arah hidup saya demi beberapa hal : demi keluarga, demi mimpi dan demi menyelamatkan diri saya sendiri alias management stress. Tetapi badai-badai yang menghantam akhir-akhir ini memberikan saya banyak sekali pelajaran berharga tentang kehidupan:

FAMILY COMES FIRST

Meskipun pekerjaan bertubi-tubi datangnya, tidak ada yang lebih penting daripada keluarga. Pekerjaan mungkin akan tidak peduli saat kita kelelahan, tetapi rumah dan keluarga akan jadi tempat mengadu dan berkeluh kesah paling nyaman. Jangan pernah menukar kehadiran keluarga dengan hal apapun di dunia ini. Pelajaran ini saya dapatkan karena merawat orang tua yang keduanya sakit kronis.



PROSES TIDAK AKAN MENGINGKARI HASIL

Nggak ada kesuksesan didapat dengan semalam. Tak perlu iri dengan orang yang di matamu tampak sukses dengan karyanya, karena tentunya ia tak mendapatkannya hanya dengan satu kedipan mata. Kalau pun ada yang bisa sukses dalam sekejap, ia punya tugas berat untuk mempertahankannya. Kalau kamu masih tak terima dengan kesuksesannya, kenapa tidak mencoba melebihinya dan berhenti menggunjingkan di belakangnya? Habiskan waktumu dengan bekerja keras, daripada hanya sekedar bicara di belakang. Hal itu nggak akan membantumu mencapai kesuksesan. Pelajaran ini saya dapatkan berkat ngobrol di suatu malam bersama Dhiardana (Dana), gitaris Revolt of Sand, Zeruya Anggraita (Rangga) gitaris Jenar, dan Mas Iksan Skuter.

*terus inget lagu terakhir saya ciptakan tahun 2012 x))*


WAKTU NGGAK AKAN MENUNGGU, TINGGAL KITA YANG HARUS MEMBURU

24 jam kini benar-benar terasa tak cukup bagi saya. Ya, saya memilih menyibukkan diri setelah mendeklarasikan sebuah ode yang terinspirasi dari album Pure Saturday : Time to Change, Time To Move On. Tapi, kali ini waktu serasa tak cukup bagi saya karena saya terus memburu dan berguru di luar kesibukan sehari-hari. Setiap ada kesempatan belajar hal baru, saya pasti akan mengusahakan diri untuk hadir. Belajar meracik kopi, belajar fotografi, mengunjungi teman yang punya bisnis ekspor-impor alat musik, hadir di kelas-kelas berbagi ilmu gratis seperti Akademi Berbagi, menikmati musik dan mencari teman baru di gigs-gigs atau sekedar minum kopi bareng teman-teman kuliah dulu sembari merencanakan project kreatif berikutnya. Tapi satu hal yang nggak boleh terlupakan adalah poin nomor 1 yang saya tulis sebelumnya, family comes first :)

THAT'S WHAT FRIENDS ARE FOR

Teman adalah salah satu unsur dalam hidup yang sangat penting. Sejujurnya, memang saya punya banyak sekali teman, tetapi tidak semuanya dekat dengan saya. Saat sedih dan ditimpa musibah, di situlah kehadiran teman jadi penyemangat dan tempat berkeluh kesah. Saya punya teman-teman yang emang suka 'menindas' saya setiap kumpul-kumpul, mereka semua ini cowok, guyonannya ancur banget. Tapi mereka sangat support karya saya dan 'mbelani' jika ada 'mana-orang-yang-bikin-kamu-sedih-Wind!'. Saat Papa di rumah sakit, sekecil-kecilnya mereka menanyakan progress Papa, menjenguk dan minimal tidak menambah kesedihan saya dengan hal-hal yang tidak perlu.

Saya teringat kata teman, bahwa semakin kita dewasa teman akan semakin banyak, tetapi inner circle kita justru akan semakin kecil. Tinggal kita tanyakan pada diri sendiri: siapakah temanmu? siapakah sahabatmu?

... akan berlanjut di part berikutnya ...

Komentar

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer