Kendalikan Jempolmu, Gak Perlu Mengumbar Amarah di Social Media



This social media etchis about: your emotional tweet or post that driving us crazy :p

Banyak menghabiskan waktu dengan mengamati social media, apalagi ketika mau tidur, sering mata ini tertumbuk pada beberapa tweet-tweet atau postingan yang bikin hati ingin nyinyir, "Lho kok?","Kok lho?", "Hmmm, iso ae ..." dan sebagainya. Gumaman itu justru muncul bukan karena abis ngelihat humor-humor kitsch-nya @hati2diinternet, @BestOfNetizen atau akun-akun kitsch lainnya. Tapi lebih ke akun-akun personal, entah siapapun yang ada di baliknya.

Saya dulu pernah menjadi leader yang juga berurusan dengan hal-hal seputar rekruitmen. Tiap-tiap leader pasti punya cara sendiri untuk merekrut anggota baru untuk timnya. Saya pun begitu. Saya adalah tipikal orang yang meminta semua akun social media dan blog calon karyawan baru untuk dicantumkan di CV. Wajib, harus hukumnya. Sesimpel, karena nantinya akan bekerja di dunia social media, saya pengen tahu seperti apa sih konten yang biasanya di-share, seperti apa sih kemampuan copywritingnya dan ... seperti apa sih kepribadiannya.

Baca Juga: 
Indonesian Netizen Nowadays: Mempertanggungjawabkan Tombol 'Share' (Belajar dari Foto Selfie di Lokasi Bom Sarinah)


Mungkin terdengar, "Byuh, social media 'kan bisa jadi pencitraan. Jangan percaya apa yang ditulis orang di social media." Well, said, memang betul. Tapi bagi saya, itu hanya berlaku untuk seleb-seleb social media aja :)) Kalo orang biasa mah, gak gitu-gitu amat 'kali.

Social media bisa jadi pintu pertama yang mengesankan atau justru membuat seseorang garuk-garuk kepala. Beberapa calon rekrutmen pernah CV-nya langsung saya masukkan ke 'trash' karena:
  1. Gak pakai subject e-mail (jangan dianggap remeh ya, sehari kita-kita bisa terima ratusan e-mail. E-mail tanpa subject jelas sama artinya kamu ngasih tahu kita 'Ini gak penting kok, jadi gak usah dibaca' :p)
  2. Gak ada cover letter (alasannya hampir sama dengan poin nomor 1)
  3. CV-nya gak mengesankan (Hey, this is your chance to sell out your capability. Impress us~)
  4. Isi timeline social media-nya 'ngeri'.
Berhubungan dengan nomor 4, saya pernah dan cukup banyak nemu yang model-model selalu marah-marah di social media. Entah siapa yang jadi obyek sasaran amarahnya. Setimeline isinya cursing anyone dengan kata-kata yang 'aduhai' sampai pengen elus dada ... dadanya Ashton Kutcher *biar, aku mau milih dada yang anget kok*

Sebagai calon leadermu, sejujurnya hal seperti itu bikin aku jadi takut. Nanti kalau jadi timku, lalu ada sakit hati dikit, semua-semua diumbar di social media.  Segala ada masalah sama perusahaan, ditulis di social media. Mbok ya, kayak menelanjangi diri sendiri gak sih seperti itu, bermasalah sama perusahaan tapi masih cari makan di situ juga ... Nah, biasanya tipikal-tipikal CV seperti ini akan menerima 'delete' sesegera mungkin daripada bikin kemrungsung di kemudian hari.

Baca Juga: 
Let Your Resume Speaks About You: 3 Kesalahan Di Awal Mengirim Lamaran Pekerjaan


Bukan berarti memahami social media harus sekaku itu. Pastinya kita bisa membedakan kok mana yang intentionnya untuk becanda sama mana yang benar-benar memaki. Social media memang ngajangi ombo manusia modern untuk menumpahkan uneg-unegnya. Wong Twitter aja sampai sekarang dipercaya sebagai micro-blog alias micro-diary. Berarti sah-sah aja dong ngomel di social media? Sah. Tapi kalau memang intentionmu punya akun social media adalah untuk bangun personal branding, better you think twice before your thumb click on 'post' button. Serius, ini saya kasih tahu banget-banget-banget ya, karena mungkin lebih banyak HRD-HRD dan manager-manager yang lebih kejam daripada eks-leader seperti saya di luar sana. Lihat kamu typo satu huruf aja, langsung buang CV :)) *gak segitunya juga sih*

Saya pun juga gadis pada umumnya, yang terkadang kalau labil pengen nyampah di social media. Tapi jadikan ungkapan hatimu, kekecewaanmu, kemarahanmu di social media menjadi lebih elegan. Misalnya dijadikan picquote atau pakai kata-kata puitis. Istilah saya adalah "sambat elegan". Kekesalan tercurahkan, hati lega, syukur dapet banyak retweetan biar Klout-mu naik, impression tinggi, akunmu dapat banyak like, dijual ke brand atau agency bisa tuh jadi influencer :)) 

Eh, brand atau agency juga males lho kalau mau meminang akun-akun personal yang suka marah-marah norak di social media, apalagi marahin brand atau agencynya hahaha ...

Baca Juga:
Tentang Pilpres, Unfriend Dan Teman di Dunia Nyata


Setiap sesi kelas etika social media yang saya bawakan di depan umum, terlebih di depan pelajar dan mahasiswa, ada satu poin penting yang saya tekankan. Seorang penyair bernama Edward-Bulwer Lyton pernah bilang, "The pen is mightier than the sword." Alias kata-kata lebih tajam daripada pedang. Di zaman serba digital dan semuanya terekam secara visual, baik itu teks atau video, memang ada betulnya. Jangan sampai 'pedang' itu melukai orang lain, lebih-lebih mencelakakan dirimu sendiri tanpa kamu sadari.

 Akan berlanjut ke part berikutnya :)

Oh ya, saya terkadang menulis tentang social media under label 'social media'. Monggo kalau mau ngintip. Will be updated regularly .... Niatnya sih begitu hehehe :B
Hitung-hitung mengenang masa kejayaan saat masih bergelut di dunia social media dan masih sering sharing tentang socmed kepada khalayak ramai :p 

*Image taken from kaboompics.com 

Komentar

  1. pernah sekali curcol di pesbuk, tapi penyampaiannya gak to the point (nge-blur) .. gara2 tindakan abuse dari seseorang + akunya udah gak kuat dgn perlakuannya dan waktu kejadian pas banget aku lagi pms ... eh untungnya ada orang yg baik plus nyadarin aku klo sebaiknya gak curcol di pesbuk klo ada abuse gitu

    BalasHapus
  2. Sekarang sdh tobat, ga pernah curhat di medsos. Hahaha. Tapi dri dulu mmg g pernah mmaki2 org mba.. Ga baik kata ibuku... Hehe. Medsos hrs dipake utk hal2 yg positif lah. :)
    Salam
    Dipi, bandung.

    BalasHapus
  3. Berusaha untuk tidak curcol di medsos. Efek curhat (negatif) luar biasa. Meski orang nggak ikutan komen pasti bisa menebak kepribadian kita

    BalasHapus
  4. Aku sering bilang ke temen2, hati2 kalo mau nyetatus di socmed. Jangan sampai aib dan sumpah serapah muncul.

    Menurut gw socmed merupakan tempat berbagi ke bahagiaan jd jangan nyampah. Lakukan secara bijak dan tanggung jawab

    BalasHapus
  5. Sekarang udah jarang main sosmed sih ;(

    BalasHapus
  6. sejak belajar ngeblog "bener"dan pentingnya medsos sih udah lama gak pake medsos untuk umbar amarah hahaha...malu aah, sekarang anak2 udah medsos-an juga soale

    BalasHapus
  7. aku jarang curcol di facebook kecuali di message sama teman atau di grup grup tertutup tertentu hihihi
    males kalo umbar-umbar amarah di fb soalnya banyak orang tak berdosa yang kesindir

    BalasHapus
  8. Curhat di socmed dengan menggunakan kata2 makian dan kata2 kotor ibarat pasang jebakan buat diri sendiri hahahah. Ijin share ya kanjeng ^^

    BalasHapus
  9. Aku banget...Haram curhat di sosmed :D apalagi marah2 teman sendiri, buka aib suami..duuh kelihatan orang paling malang sedunia...aku udah follow juga blog mu Wid :) nice posting Wid :)

    BalasHapus
  10. curhat yang lucu-lucu saja.....dan ada hikmahnya, tapi biasanya ga masuk kategori curhat juga sih

    BalasHapus
  11. Klo tjurhat yang lucu lucu en konyol bole ga kaka hello kitty? Oya blog itu termasuk medsos bukan sik? Hihihi

    BalasHapus
  12. Bener, saya sekarang sudah mulai mampu mengendalikan jari agar tidak ngetik status yang bisa bikin war hehe

    BalasHapus
  13. Itu dia.. Kita sudah melek teknologi namun tidak mengupgrade social skills di media sosial.. Padahal sebenernya prinsip mengendalikan diri dan melihat sensitivitas isu sama ajaa offline or online :)

    BalasHapus
  14. Setuju banget, banyak orang ngga ngerti etiket bermain sosmed, jadinya semaunya dewe, kayak lagi sendirian di hutan..bebas..

    BalasHapus
  15. Dulu, aku begini banget. Kalo marah atau bete dikit, pasti apdet di twitter atau fb. Kena getahnya pas ketemu temen lama. Dia bilang: gimana masalahmu, udah beres? Jleb banget, kan. Gilaaa... secara gak langsung, aku bikin medsos bak etalase hidup. Semua orang tahu masalahku. Ya, salahku sendiri sih. Kapok deh. Sejak itu, kalo gatel pengen marah-marah, aku tulis di draft email. Hehehe... pas udah reda, biasanya malu sendiri. Dan hapus deh. Hihihi.. *emak labil bingit*

    BalasHapus
  16. Bohong deh kalo gak pernah rasanya pingin numpahin emosi di medsos, tapi gitu, sekadar ketik, terus hapus lagi, karena alhamdulillah nyadar ya kelakuan kayak gitu gak akan nyelesain masalah sama sekali.

    Salam,
    Shera.

    BalasHapus
  17. setuju banget win sama tulisanmu, medsos sekarang bikin sedih karena bukan buat silaturahmi tapi jadi ajang huru hara dan menerabr kebencian

    BalasHapus
  18. jempolmu adalah harimaumu ya mba :)

    BalasHapus
  19. beruntung aku tipe yang emang jarang curcol di sosial media sih, kalopun curcol paling di blog itupun ya sekedarnya. gak pernah pasang status aneh aneh juga hihi... sepakat sama mba, karna medsos ya memang bukan "tempat sampah" untuk mengumbar amarah..

    BalasHapus
  20. jaman sekarang sih jari lebih cepet dari otak... sepertinya. Maksud aku, iya oke deh boleh aja posting "sesuka hati" di sosial media dengan argumen "sosial media gue, suka-suka gue." tapi nggak tau ada beberapa pihak yang bisa tersakiti karena postingan tsb...

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer