Jatuh Cinta dengan Pasar Oro-oro Dowo Malang: Belanja Sayur Sampai Kue Lumpur Fenomenal


Ke pasar tradisional, bagi saya adalah jalan-jalan yang paling menarik sekaligus impulsif. Karena niatnya mau belanja A, B, C, akan berakhir dengan beli-beli D sampai Z. Entah kenapa, mungkin karena memang dasarnya suka belanja peracangan hehehe ...

Biasanya saya ke pasar yang dekat rumah. Ada satu lapak, alias mlijo kalau orang Jawa Timur bilangnya, yang cukup lengkap. Kalau yang dicari nggak ada, pasar tradisional terdekat ya Pasar Mergan. Hanya saja saya sudah jarang ke sana karena sekarang lebih suka belanja ke Pasar Oro-oro Dowo.

Di masa kecil, saya cukup sering ke pasar yang letaknya sebelahan dengan Taman Hutan Kota Malabar ini. Karena rumah kedua nenek saya dekat dengan pasar ini, jadi "diajak ke pasar" itu ya merujuknya pasti ke Pasar Oro-oro Dowo. Seingat saya dulu, pasar ini memang cukup bersih dibandingkan pasar-pasar lain di Malang. Pokoknya Pasar Oro-oro Dowo dan Pasar Klojen itu hampir mirip lah modelnya, ya bersihnya, ya gaya bangunannya.

Sekitar tahun 2016-an, Pasar Oro-oro Dowo ini mengalami revitalisasi. Tahun 2017, mulai banyak tuh orang-orang yang berbagi di socmed, foto-foto isi pasar ini. Pertama kali berkunjung ke pasar ini, memang terasa banget kalau pasar ini berbeda. Bersih banget! Tiap lapaknya punya tempat sendiri yang dilapisi ubin warna putih. Bedak buat berjualan ikan atau pun daging-dagingan, kelihatan higienis. Nggak ada tuh becek-becekan air campur tanah campur isi jerohan ikan kayak di Pasar Besar :/

Yang bikin saya senang datang ke pasar ini adalah pasarnya tertata dan terkonsep. Bahkan ada ruang laktasi juga (saya belum ngintip sih seperti apa ruangannya). Kemudian, pengunjung bisa memakai trolley yang sudah disediakan buat berbelanja di dalam area pasar. Ini ngebantu banget kalau kita belanjanya banyak dan bawa anak ;)




Kemudian, faktor yang bikin jatuh hati sama pasar ini adalah segala kuliner yang ada di dalamnya itu enak-enak. Percayalah pada saya! Karena saya adalah brand evangelist buat kue lumpur, kue pukis dan onde-ondenya Pasar Oro-oro Dowo hahahaha ... Tiap kali ke Pasar Oro-oro Dowo, saya pasti ngantri kue lumpur. Ini juara banget sih kue lumpurnya, dibuat fresh langsung sesuai pesanan. Ada dua varian kue lumpur yang bisa dipilih, rasa kelapa muda dan rasa kismis. Dua-duanya enak, pesan campur aja. Per buahnya dihargai Rp4.000 aja. Tapi jangan kaget kalau ke sini jam 08.00-an pasti sudah ramai dan antrian pesanan sudah panjang.


Sementara menunggu antrian pesanan kue lumpur, bisa melipir ke lapak di sampingnya yaitu kue pukis dan onde-onde. Sama seperti kue lumpur, kedua kue ini dibuat langsung di depan kita. Jadi nggak ada ceritanya kita makan kue yang sudah dingin. Masih panas keluar dari cetakan dan penggorengan, langsung bisa disantap. Harganya pun murah. Kue pukis mulai Rp2.000 sampai Rp4.500 per buahnya, tergantung varian apa yang dipilih. Sementara onde-ondenya dijual per porsi isi 6 buah Rp15.000 dan 10 buah Rp25.000. Kue pukisnya menul banget duh ngiler, apalagi pas dimasak itu aromanya menguar seisi pasar. Sungguh saya kalap dan nggak tahan godaan!


A post shared by Winda Carmelita (@windacarmelita) on

Selain kue lumpur, kue pukis dan onde-onde, untuk makanan berat juga banyak banget kok dijual di pasar ini. Mulai dari yang legendaris, Gado-gado Pak Wanto, bubur ayam, nasi buk sampai kwetiau. Yang di warung kwetiaunya ini ada bakpao babi enak lho ... Layak dicoba. Oh iya, di lapak tante yang letaknya di kanan pintu masuk itu, juga banyak sekali semacam jajanan pasar dan makanan seperti bakcang, bakpao, dll yang bikin ngiler.


Pasar Oro-oro Dowo ini memang kebanyakan dikunjungi masyarakat Tionghoa, jadi ada juga penjual daging babi dan beberapa makanan non halal ya di sini ;)

Ngobrol-ngobrol dengan Sindy Asta, teman saya yang juga penggagas A Day To Walk, gerakan 'belajar' sejarah kota Malang dengan berjalan kaki, Pasar Oro-oro Dowo ini layak banget jadi tujuan wisata. Jarang-jarang 'kan ada pasar yang seperti ini? Apalagi Pasar Oro-oro Dowo ini merupakan peninggalan Belanda yang dibangun sejak tahun 1932. Bagian dari sejarah Malang ini.

Jadi, kenapa nggak berwisata ke pasar tradisional? ;)

Komentar

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer