Babak Baru Menata Hidup di Pertengahan Tahun 2020

Image taken from pexels.com/Alexia Talkaschova


"Ngga, yoopo rasane umur 30?" (Ngga, gimana rasanya umur 30 tahun?)

"Biasa ae seh. Sing bedo mek beban pikiran e." (Biasa aja sih, yang beda cuma beban pikiran e."

"Yo lawas deh lek iku deh~" (Ya lawas (re: udah tahu) kalau itu)

"Lha ancene!" (Lha memang!)

Pertanyaan serupa pernah saya tanyakan ke seorang teman yang waktu itu berulangtahun ke-25 ketika saya masih berusia 21 tahun. Dan jawabannya, ya, hampir serupa dengan jawaban teman saya, Rangga. 

Belakangan ini saya merasa waktu ini adalah hal yang sangat misterius. Ketika saya tidak sengaja mendengarkan lagunya Surface yang "Feeling good, like I should~" (Damn, I hate that song! Hahahaha), saya teringat lagu itu sangat ngehits di awal tahun 2020. Momen di mana di masa-masa itu saya sempat merasa terpuruk, kemudian sempat merasa utuh-penuh. Kemudian, pandemi datang di bulan Maret dan dunia berantakan. Termasuk dunia saya, kehidupan personal saya. 

Beberapa bulan ke belakang, kurang lebih 4-5 bulan ini banyak hal yang terjadi yang ternyata bikin saya jadi berpikir banyak (atau mungkin malah jadi overthinking). Di satu sisi, saya pengen waktu cepat sekali bergulir, segera lekas pagi lagi karena cuma dengan melihat pagi saya tahu bahwa saya masih punya harapan hidup yang lebih baik dari sebelumnya. 

Healing

Memulai hari baru dan berharap luka batin itu perlahan-lahan sembuh. 

Di sisi lain, melihat bulan sudah menginjak bulan ke sembilan, rasanya pengen sekali melambatkan waktu. Beberapa bulan lagi sudah tahun baru lagi. Januari. Saya menyambut usia baru tahun depan. Dekade baru dalam hidup saya. Padahal rasanya baru kemarin saya tulis kebahagiaan saya menyambut usia 29 tahun yang penuh harapan ... yang ternyata lebih banyak tidak terwujudnya hingga 3/4 tahun 2020 ini 😥

Tapi, life goes on. Mau protes gimana pun sama yang kasih kehidupan, ya nggak bisa. Masih diberi nafas tiap hari buat bertahan hidup itu sudah anugerah yang sangat luar biasa (terutama sejak saya pernah merasakan serangan di bulan Mei-Juni lalu). Yang bisa saya lakukan sekarang adalah mengusahakan yang terbaik. Mungkin kemarin-kemarin yang terjadi adalah teguran. Banyak sekali teguran yang bikin saya menyadari dan introspeksi lagi. Ternyata saya selama ini anu, selama ini itu. Pelajaran yang terus-menerus akan diulang sampai akhirnya saya fasih.

Hidup Utuh Penuh. Hari Ini Untuk Hari Ini

Image taken from pexels.com/Evie Shaffer

Masalah itu bakal ada terus. Pasti. Semua orang mengatakan itu, saya pun bilang ke diri saya sendiri soal itu. Selama ini, saya terlalu memikirkan banyak hal sendirian. Dari urusan rumah sampai lain-lain. Saya penuh ketakutan tidak bisa hidup di masa depan sesuai dengan standar saya. Takut tidak bisa mencapai standar kesuksesan versi saya sendiri. Sukses itu 'kan macam-macam ya, bukan melulu soal materi. 

"Kalau terasa berat, ditaruh dulu, Mbak Winda," kata seseorang. "Coba dirasakan yang ada di hari ini, dinikmati."

"Kamu lupa ya ada lagu sekolah Minggu yang judulnya Burung Pipit. Wong burung pipit yang kecil dikasihi Tuhan. Apalagi kamu."

Mungkin ini adalah pelajaran yang cukup sulit yang harus saya latih terus sampai bisa. Masa lalu dan segala akar pahit itu terus mengganggu, sampai terbawa jadi mimpi buruk. Tapi ya memang nggak ada yang bisa menolong saya, selain diri saya sendiri. And currently I'm working hard on it, lewat berbagai usaha semaksimal yang saya bisa untuk sembuh dan lepas dari belenggu itu. 

Mungkin nanti jika sudah waktunya akan saya bagikan ceritanya di sini.

Memulai Menata Kembali

Image taken from pexels.com/Evie Shaffer

Beberapa bulan ke belakang, banyak hal yang sudah terlanjur kacau-balau dan sempat hancur. Sampai pada satu titik saya merasa, "Nggak bisa lah aku terus-menerus stuck  di titik ini." Saya harus moving forward, bukan sekadar move on

Salah satu hal yang cukup menyentil adalah di usia sekarang ini saya masih belum kebeli properti sendiri. Pengen sih tinggal di rumah milik saya sendiri. Mengisinya dengan benda-benda selera saya sendiri.

Rencana di awal tahun kemarin cukup baik, tapi ternyata tidak terwujud karena terlalu besar ekspektasi tapi tidak sesuai kenyataan. Mungkin jadi pengingat supaya saya tidak tergesa-gesa. Jadi saya mulai mengelola penghasilan yang saya miliki. Mengatur finansial supaya bisa #BangunHarapan dari awal lagi. 

Mulai dari hal sederhana yang terkecil yaitu menyisihkan sebagian penghasilan yang (Puji Tuhan) masih ada walau di masa krisis pandemi seperti ini. Nggak sebanyak dulu ketika sebelum pandemi. Tapi di masa seperti ini, pemasukan yang dulunya tampak 'receh' pun jadi sangat berarti. 

Setelah melunasi semua tagihan bulanan, mengatur pos-pos keuangan yang nggak bisa ditunda, dan sisanya untuk kebutuhan harian, kalau dapat project-project begitu saya sisihkan uangnya buat mencicil beli emas di Treasury. Sekarang saya beli emasnya secara digital pakai aplikasinya Treasury karena bisa belinya dari Rp 5 ribuan. Nggak terasa berat sama sekali dan nggak perlu ke toko emas. Apalagi kalau pas harganya lagi bagus (bisa dipantau pergerakan harganya karena Treasury ini sistemnya minute pricing), bisa langsung beli di menit itu juga dengan harga yang tertera. 

Kita semua nggak tahu kapan pandemi ini berakhir. Saya juga nggak tahu sampai kapan batas saya bisa bertahan apalagi sebagai tulang punggung keluarga dengan orangtua yang sakit. Paling tidak, ada aspek dalam kehidupan saya di hari ini yang bikin hati saya lega dan tenang, sembari menyiapkan rencana yang lebih besar (tentunya juga me-manage ekspektasi ya. Takutnya gagal lagi kayak dulu hehehe)

Setidaknya di momen ini, saya ingin mulai memunguti apa yang sempat berserakan hancur dan mulai menata kembali. Ada juga biaya yang dialokasikan untuk itu. Anggaplah investasi buat pengembangan diri lah. 

Saya juga mulai berolahraga lagi setiap hari meski hanya dengan jalan kaki, mulai mengatur pola makan dan mempertimbangkan apa yang saya makan bukan cuma buat enak di lidah, tapi juga buat apa yang diperlukan tubuh saya.

Mencintai Diri Sendiri

Image taken from pexels.com/Gije Cho


Tidak perlu dijelaskan panjang lebar. I'll make myself, my own self, as a priority. Ingin memiliki kehidupan saya sendiri.

Semakin dekat usia 30 tahun ini, saya merasa kebutuhan saya menjadi diri saya sendiri ini jadi sangat kuat. Seorang teman pernah bilang pada saya, "Kamu terlalu keras dan berusaha membahagiakan orang lain. Bahagiakan dirimu sendiri, Wind. Ini waktu buat kamu."

Nggak minta kekayaan yang mencolok mata kok. Minta hati yang lebih lapang, bisa memaafkan, mencintai diri sendiri, hidup tenang, less worry, dan sehat lahir-batin. 

Siapapun yang membaca tulisan ini, semoga kita semua diberi kesehatan dan kekuatan terus ya untuk bertahan hidup. Terutama di masa sulit seperti ini. Selalu punya alasan untuk berjuang seburuk apapun kondisinya. Tidak merasa tidak layak diperjuangkan ketika orang lain memilih pergi meninggalkan dan mencampakkan kita, dengan atau tanpa alasan yang kuat. Tidak menjadikannya sebagai pisau yang mencabik-cabik keutuhan diri kita pula.

Hanya bisa menyemangati diri sendiri: You are worth it. You are enough, Winda.

Komentar

  1. Hidup harus terus berjalan, ya. Selama kita masih diberi waktu.

    30 tahun? Biasa aja sih, mbak. Tapi terasa biasanya setelah lewat lama. Pas mau 30 ya deg-degan gimana gitu, hahaha...

    BalasHapus

Posting Komentar

Thankyou for your feedback!

Postingan Populer