Catatan Akhir Tahun: Bertumbuh di 2020

Image taken from pexels.com/Mwabondje

Hampir setahun penuh, pandemi Covid-19 ini mengambil alih dunia kita. Banyak hal yang terjadi dan berubah drastis. Di tengah tahun 2020 kemarin, saya pesimis bisa melewati sisa tahun 2020 dengan baik-baik saja. Terlebih di waktu itu, medio Mei-September, kehidupan pribadi saya kacau balau. Traumatik. Ingin marah, ingin menangis, merasa tidak berdaya, tidak 'cukup', tidak layak diperjuangkan, (ternyata) dibohongi, dan segala hal pesimis lainnya. 

Saya benci situasi itu karena saya terus-menerus menyalahkan diri saya sendiri atas suatu kejadian, merasa saya tidak cukup membantu. Di sisi lain, waktu itu saya mati-matian berusaha bisa kembali pulih dan mengerjakan banyak hal, seperti biasanya. 

Sampai pada akhirnya di bulan Oktober, perlahan-lahan saya mulai menemukan cara untuk pulih. Menyibukkan diri. Mengembalikan kepercayaan diri seperti semula. Ternyata yang membuat saya bahagia adalah berkarya dan mencari uang. Mungkin terdengar sangat shallow ya, tapi memang dua hal itu yang saat ini mampu mengembalikan bagian dari diri saya yang sempat hilang. 

Meski terkadang masih terbayang-bayang trauma di masa lalu, kemarahan, dan kekecewaan, paling tidak di hari ini saya tidak lagi merasa minder dan menakar diri saya lebih rendah daripada yang di sana. 

Am I good enough? Ya good lah! 

Memulai tahun 2020 dengan baik, kemudian sepertiga jalan ternyata dibuat sakit hati (harus dicatat, saya tidak pernah patah hati, tapi sakit hati), dan di akhir tahun ternyata Tuhan mengubah skenario hidup jadi lebih bermakna. Itu jauh lebih dari cukup. 

Bisa bertahan hidup, masih punya rezeki untuk makan sehari-hari, membeli barang yang kuinginkan (bukan sekadar kubutuhkan) sebagai self-reward, ada seseorang yang menjauh tapi masih punya banyak orang yang menemani, ada yang melihatku rendah sehingga memutuskan meninggalkanku memilih yang lain tapi banyak yang memilihku untuk hal-hal dan rezeki yang jauh lebih baik, bisa menurunkan berat badan dari overweight ke ideal, lebih aktif bergerak fisik dari tahun-tahun sebelumnya, diberi kesempatan belajar hal-hal baru, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Babak Baru Menata Hidup di Pertengahan 2020

Image taken from pexels.com/Elle Hughes

Di tahun ini aku belajar untuk stand by myself. Sesuatu yang ditakdirkan bukan buat kita, sebagaimana pun baiknya di awal pertemuan, pasti akan menemukan caranya sendiri untuk pergi menjauh. Begitu pula sebaliknya kalau takdir memang menggariskan sesuatu itu untuk kita. If it's meant to be, it'll be. 

If you want to walk away, I won't beg you to stay or chose me. 

Di tahun ini, pelajaran berulang yang saya dapatkan adalah belajar mengenal diri sendiri. Salah satu halnya adalah dulu saya pikir saya bisa dengan cepat melupakan sebuah masalah dengan membatasi tidak membahasnya. "Kalau dibahas terus nanti gak move on dari masalah itu". Buat orang lain mungkin cara itu berhasil. Tapi buat saya, tidak sama sekali. Semakin saya memendam apa yang ingin saya luapkan, semakin saya membuatnya jadi kerak benci yang dindingnya makin menebal. Saya butuh release

Setelah melakukan terapi, saya dibawa mengenal diri sendiri dan sampai pada kesimpulan, saya adalah tipe kinestetik (merasakan) dan saya asertif. Karena itulah, saya harus meluapkan apa yang ada di hati dan pikiran, bukan dengan menjerit atau berteriak, tapi dengan menyampaikan perasaan saya lho begini, ketika saya mengalami ini saya merasa begitu, dan semacamnya. Meski tidak langsung disampaikan ke yang bersangkutan, tapi cara ini sangat efektif untuk meringankan beban di hati saya dan tentunya mempercepat proses pemulihan. Ya, setiap orang 'kan punya caranya sendiri ya. 

Di akhir tahun ini, saya merasa tidak ingin terburu-buru memulihkan rasa kecewa terdahulu dengan menjalin relasi dengan orang lain. Tidak ingin secara serampangan menjalin relasi dengan orang lain, apalagi hanya karena kepincut sesaat, melihat seseorang karena dia populer atau secara fisik menarik saja (ya selain karena memilih seseorang berdasarkan hal-hal seperti tu bukan saya banget sih). Buat apa punya hubungan tapi tidak saling membangun buat kebaikan dan masa depan, justru membuat saya merasa kehilangan diri sendiri? Kalau mau mencari yang 'sama-sama' sih banyak ya, tapi yang bisa 'saling' 'kan itu yang sulit ditemukan. 

Baca Juga: Bagaimana Rasanya Menjadi Orang yang 'Tertinggal'?

Image taken from pexels.com/Masum Ahmed

Sekarang saya cuma pengen fokus memantaskan diri, menikmati hal-hal yang sedang saya kerjakan, saya bangun, dan ingin saya pelajari. 

What I need to be is to be in loved, with myself. For the first time in my life, I don't feel need to be with anyone. Cause I have myself . 

Menutup tahun ini dengan satu lagu yang sering saya dengarkan sambil kerja:

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/zQxN_pwYhNY" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture" allowfullscreen></iframe>

Komentar

Postingan Populer