Black as Night, White as Morning

Black as night


Saat itu memang sudah malam yang kesekian dari perjumpaan kita. Tapi mungkin baru malam yang pertama dan yang teristimewa dari yang pernah kita habiskan bersama.


Aku memang terlalu naif untuk menyadari bahwa aku takkan pernah bisa menikmati cerita seperti yang kurancang sendiri, karena Cuma Tuhan-lah yang punya rencana untuk cerita yang akan kujalani nanti, bukan saat ini. Tapi gabungan waktu, tawa dan hati, saat itu merupakan kesederhanaan paling sempurna yang kuimpikan meskipun itu adalah yang terakhir.


Kesederhanaan paling sempurna yang bertumbuh menjadi impian paling menjulang itu hanya menjadi penyemangatku selama beberapa jenak saja. Aku terlambat mengakui sementara aku bertahan berdiri seorang diri. Aku bertahan berdiri seorang diri, bermain hati dan perasaan dan sekarang aku runtuh sendirian.


Aku kira sederhana saja. Ia bakal pergi tertiup angin. Tapi tidak seringan itu dengan perasaanku. Ia tak bisa ditendang jauh-jauh, ia tidak bisa pergi hanya dengan angin semilir, ia tidak bisa dilenyapkan karena ia adalah sosok yang mencerminkanku. Seseorang justru akan semakin berarti jika kita berusaha melenyapkannya dengan keegoisan kita sendiri.


Dan akhirnya aku tetap menyimpan kenyataan tentangnya lagi.



White as morning


Saat ini sudah pagi yang kesekian sejak itu. Aku akan tetap menjadi bunga rumput yang tak berani berharap dirangkai dengan bunga-bunga mekar lain untuk kau taruh dalam vas bungamu.


Aku akan tetap menjadi putih, seputih pagi untukmu. Kamu akan tetap selalu putih, seputih pagi ketika aku membuka mataku untuk mengawali hariku.

Komentar

Postingan Populer