Memulai vs Mempertahankan, Mana yang Tersulit?

Image taken from Pexels.com
"Paling susah memulai atau mempertahankan?"

Seorang teman menanyakan hal tersebut pada saya di suatu sesi ngopi sore-sore yang panas nan berangin di Kota Malang. Tentu saja jawabannya, kita semua tahu: sama-sama sulitnya, Jenderal!

Ketika banyak orang menganggap, memulai itu mudah, saya pikir nggak juga. Setiap kali memulai sesuatu, pasti ada terselip rasa, "Bisa nggak ya? Saya 'kan nggak pernah melakukan ini sebelumnya." Saat keraguan ini saya ungkapkan ke teman, dia menjawab, "Ya 'kan semuanya pasti selalu ada yang pertama. Kamu nggak akan pernah tahu kesulitannya atau gampangnya kalau nggak pernah mencoba."

Akhirnya, selalu ada yang pertama di dalam hidup, dalam melawan keraguan itu. Menyanyikan lagu ciptaan sendiri pertama kali di depan publik, berbicara di depan banyak orang pertama kali, memulai karir di bidang media pertama kali, sampai memutuskan membangun blog profesional.

"Belum buka pintu kok sudah takut perang?" Mungkin ibaratnya seperti itu. Tetapi, sesungguhnya ketika berani memulai harus berani memperjuangkan demi mempertahankan itu, tantangannya lebih berkali-kali-kali-kali lipat. Nggak cuma masalah hubungan asmara, tapi lebih dari itu. Pengalaman mengajarkan saya soal konsistensi yang nyatanya seperti tugas seumur hidup yang tak ada pangkalnya.

Omong-omong soal konsistensi, berhubungan banget dengan apa yang barusan terjadi. Setelah beberapa bulan, saya akhirnya membuka dashboard blog ini tadi siang. Pemicunya karena iseng menjelajah social media dan melihat postingan Lomba Blog Domainesia Oktober 2019. Hati dan tangan saya tergelitik untuk meng-klik informasinya dan berpikir, "Boleh juga nih, lama nggak ikut lomba blog." Biasa, anaknya butuh dan suka tantangan hahahaha ~

Ketika membuka dashboard, saya kaget sendiri melihat postingan di blog ini terakhir di bulan Juli 2019. Itu artinya 3 bulan yang lalu. Bahkan, travelog Soundrenaline 2019 bulan September 2019 kemarin itu cuma berupa foto-foto saja, belum saya tulis sama sekali narasinya.

Saya kembalikan ke diri sendiri, "Apakah sibuk banget ya, Bu Winda?". Mungkin iya, 3 bulan ini load pekerjaan sedang tinggi-tingginya. Tapi masih ada waktu yang harusnya bisa diatur untuk menulis di blog ini.

Yang akhirnya saya sadari adalah motivasi yang mulai kendor. Karena motivasi yang kendor ini, sekalipun punya waktu tetap tidak jadi prioritas. Ini pernah banget saya alami di kasus lain di hidup saya, dan ingin saya bagikan berdasarkan pengalaman diri sendiri:

Menemukan (Kembali) Alasan 

Image taken from pexels.com/Argelis Rebolledo

Pernah ada masanya saya merasa sumpek karena tulisan-tulisan 'pesanan' yang membuat otak saya tumpul pada akhirnya. Saya jadi kehilangan kesenangan saya menulis karena merasa diburu waktu dan brief, dan kehilangan otoritas terhadap ke mana tulisan saya mau 'bicara'.

Ketika merasa kehilangan kesenangan terhadap menulis, saya merasa dalam bahaya. Pertama, menulis itu mata pencaharian saya (di luar blogging). Kedua, menulis itu bagian dari stress-relieve. Untuk itu, saya sempat hiatus untuk mengembalikan lagi antusiasme dan kesenangan saya terhadap blog ini dan terhadap kegiatan menulis. Mengatur dan menyesuaikan satu-dua aturan kerjasama sehingga saya bisa mengerjakan tulisan dengan baik, klien pun senang, yang baca pun merasa mendapat 'isi' dari tulisan saya.

Saat itu, saya mengingat, "Kenapa dan apa sih yang membuat saya senang ngeblog?" Karena saya suka ngobrol dan menuangkan obrolan dengan diri sendiri, dengan pikiran-pikiran yang berhamburan lewat tulisan itu adalah hal yang membuat saya merasa tetap waras. Menulis jadi sarana buat saya menguras habis pikiran saya yang sering tumpah-tumpah ke mana-mana. Dengan menuliskan apa yang sesuai dengan voice di hati dan pikiran, saya merasa lega.

Dan saya jadi menemukan satu poin tentang menemukan kembali alasan menulis ini. Sebaiknya bukan karena faktor finansial, melainkan lebih ke ego. Karena kalau 'menyuapi' ego dalam hal ini, roda motivasi akan terus bergerak dan hidup.

Tidak Memaksakan Diri Sendiri

Image taken from pexels.com/Anny Patterson
Ketika saya menyadari kalau saya mulai 'kehilangan' arah, saya bekerja keras memunculkan motivasi, mengeluarkan diri dari belenggu kemalasan. Yang pada akhirnya justru membuat saya stres sendiri. Tidak ada satupun tulisan yang kelar karena saya justru menciptakan ruang yang bikin diri sendiri tidak nyaman. Akhirnya, saya biarkan saya mengikuti apa kata hati, tanpa tekanan. Toh, ketika menulis adalah bagian dari hidup yang membuat saya merasa 'hidup', kerinduan itu pasti akan muncul dengan sendirinya.

Pada akhirnya, semua usaha-usaha untuk mempertahankan apa yang sudah dimulai bukan untuk eksistensi semata biar mendapat predikat penulis, blogger, penyanyi atau apapun. Bagi saya secara personal, saya melakukannya karena saya mau, saya ingin dan saya merasa hal ini benar dilakukan. Alasan itu sudah cukup bikin saya bisa bikin tulisan sepanjang ini setelah 3 bulan hiatus hahahaha ~

Image taken by Winda Carmelita

Gretchen Rubin, dalam bukunya The Happiness Project, menuliskan:

"Feeling right: It was the feeling that I'm living the life I'm supposed to lead."
"To be happy, I need to think about feeling good, feeling bad and feeling right, in an atmosphere of growth."
Karena tanpa tujuan kebahagiaan, kita tak punya alasan untuk terus bertahan 'kan? :)

Pernah mengalami hal serupa? Bagaimana cara kamu mempertahankan apa yang sudah kamu bangun saat merasa kehilangan semangat? 

Komentar

Postingan Populer